Rabu, 16 Desember 2020

Regulasi Jaminan Produk Halal - BPJPH

Oleh Bapak Matsuki HS 

Pemahaman Baru Regulasi Halal-Sukses Berkah Bisnis Halalku 

15 Desember 2020 

Catatan 11 Kreteria Halal HAS 23000 (klik disini) 

Pengembangan Jaminan Produk Halal : 

  1. Penataan Kelembagaan BPJPH sebagai layanan Umum
  2. Sistem Informasi Layanan Sertifikasi Hlala dan Integritas Data
  3. Pembuatan, Pengawasan Halal untuk sinergi antar stake Holder Halal
  4. Kerjasama antar lembaga dan kerjasama Inernational dalam SJH
  5. Mendukung Pengembangan Industri Halal

Perkembangan Regulasi Jaminan Produk Halal

  • UU no 33/2014 (Jaminan Produk Halal)
  • PP no 31/2019 Direksi Layanan Sertifikat Halal kepada LPH/LPPOM MUI, krisis tariff layananan
  • KNA no.464/2020 (Jenis Produk Wajib bersertifikat Halal)

Perkembangan terakhir dari 2014, dari UU Cipta Kerja, UU no 11/2020 berupa pasal yang mengalami perubahan/refisi  substantive perkembangan Clausul dalam pasal (22 pasal) yang berdampak dalam UU Cipta Kerja. Implementasinya pada 17 Oktober 2020, ini pun masih dalam tahapan proses (refisi) dan masih ada perubahan perubahan yang signifikan yang berkaitan dengan perubahan PP dan UU. Perubahan PP masih disesuaikan dengan kondisi antar kementrian.

Fokus dalam tema pembahasan kali ini hanyalah “Bagaimana Pelaksanaan Sertifikasi Halal yang sudah berjalan dengan berpedoman kepada peraturan yang ada dan berdasarkan keputusan mentri agama berkaitan dengan jenis produk yang wajib disertifikasi”

Pasal yang krusial dalam UU yang mencangkup Jaminan Produk Halal adalah pasal 14 UU no.33/2014 tentang JPH (Jaminan Produk Halal) menyebutkan Produk yang masuk dan beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia Wajib Bersertifikasi Halal. Ini merupakan momentum penting yang menjadikan Jaminan Produk Halal mengalami perubahan dari tahun ke tahun (1990-2020). UU no.33/2014 tersebut hanyalah melanjutkan awalan dari apa yang sudah ada (yang mana jalannya sudah dibuka oleh Majelis Ulama Indonesia). Perubahan yang dilakukan disesuaikan dengan perubahan lingkungan Perdagangan dunia, Perdagangan Halal Dunia, merebaknya Halal Life Style

Produk :

Jenis Produk yang diamanatkan oleh UU adalah sebagai berikut 

1. Barang (Minuman/Makanan, Obat/Kosmetik), Produk Kimiawi/Produk Biologi, Produk Rekayasa genetika, Barang Gunaan)

Barang (Makanan, Minuman, Obat, Kosmetika) 

Saat ini jenis produk yang sudah mulai berjalan untuk didaftarkan halal yakni kategori barang (makanan/minuman, obat dan kosmetika) namun dengan adanya uu maka terjadi pengembangan lingkup dari produk barang spt  produk Produk Kimiawi/Produk Biologi, Produk Rekayasa genetika, Barang Gunaan) yang diakibatkan adanya perkembangan teknologi.

 

Poduk kimiawi, biologi, dan rekayasa genetika (hanyalah produk yang terkait dengan makanan, minuman, obat dan kosmetika) jika tidak terkait produk makanan/minuman, obat dan kosmetika maka tidak wajib bersertifikasi halal


Barang gunaan, terdiri dari : 
  •    Barang gunaan yang berasal dari hewan/mengandung unsur hewan (hewan halal/haram), hewan halal harus disembelih dengan syariat islam
  •     Barang yang dipakai (sandang, penutup kepala, aksesoris)yang mengandung unsur hewan seperti bulu, kulit hewan, dll)  
  •   Barang gunaan  yang digunakan (perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan umat islam, kemasan makanan dan minuman, alat tulis, dan perlengkapan kantor) contoh alat makan/minum (piring,gelas yang terkandung bahan yang berasal dari tulang hewan 
  •    Barang gunaan yg dimanfaatkan (perlengkapan alat kesehatan) contoh alat pacu jantung
Barang gunaan yang sebagaimana dimaksud, dapat ditambahkan jenisnya oleh mentri setelah berkordinasi dengan kementrian terkait, lembaga terkait dan MUI

2. Barang Jasa (Penyembelihan, Pengolahan, Penyimpanan, Pengemasan, Pendistribusian, Penjualan, Penyajian) hanya yang terkait dengan Makanan, Minuman, Obat dan Kosmetika.

  • Jasa yang sudah berjalan saat ini adalah jasa penyembelihan, merupakan penyedia jasa yang sangat krusial bagi penyediaan daging (daging halal) bagi penyembelihan rumah potong hewan atau ungas, maka daging ini bisa menjadi bahan baku bagi produk yang akan disertifikasi halal.
  • Jasa yang lainnya yang berkaitan dengan makanan, minuman, obat dan kosmetika, seperti restoran yang mendisplai makanan (wajib bersertifikat halal), tetapi untuk toko-toko/supermarket yang tidak terkait dengan makanan, minuman, obat dan kosmetika (tidak wajib bersertifikat halal)


Penahapan Produk Wajib Bersertifikasi Halal 

Mulai tanggal 19 Oktober 2019-17 Oktober 2021 yakni :

  1. Produk Makanan dan Minuman
  2. Produk yang kewajiban kehalalannya sudah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
  3. Produk yang sudah bersertifikat Halal sebelum UU no.33/2014 berlaku
  4. Produk Jasa yang terkait dengan makanan/minuman, obat dan kosmetika

Produk selain Makanan dan Minuman (mulai 17 Oktober 2021 dengan masa tenggang 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun) yakni :

  1. Obat (Obat Tradisional, suplemen kesehatan, obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dikecualikan psikotropika)
  2. Kosmetika
  3. Produk Kimia, Biologi dan Rekayasa Genetika
  4. Barang Gunaan (barang yang dipakai dan digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat)


Penahapan Serifikasi Halal

Masih ada tenggang waktu bagi para pelaku usaha untuk mensertifikasi produknya. Berikut Jenis Produk yang dimaksud  : 

1. Produk Makanan dan Minuman (5 tahun s/d 17 Oktober 2024), undang-undangnya sudah diberlakukan dan sudah berjalan.

2. Produk Non Makanan, undang undangnya baru diberlakukan tahun 2021 (untuk tahap pertama)

2.1. Non Obat, Non Produk Biologi, Non Alkes, dan Non PKRT

2.2. Obat

2.2.1.  Obat Tradisional (7 tahun s/d 17 Oktober 2026)

2.2.2.  Obat Suplement Kesehatan ( 7 Tahun s/d 17 Oktober 2026)

2.2.3.  Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas (10 tahun s/d 17/10/2029)

2.2.4.  Obat Keras dikecualikan Psikotropik (15 tahun s/d 17/10/2034)

2.3. Produk Biologi (termasuk Vaksin) diatur dalam perpres

2.4. Alat Kesehatan

2.4.1.  Kelas Resiko A (7 tahun s/d 17 Oktober 2026)

2.4.2.  Kelas Resiko B (7 tahun s/d 17 Oktober 2029)

2.4.3.  Kelas Resiko C (15 Tahun s/d 17 Oktober 2034)

2.4.4.  Kelas Resiko D ( Diatur dalam perpres)

2.5. PKRT (Perbekalan Kesahatan Rumah Tangga) 

 


Produk yang belum bersertifikat Halal (per 19 Oktober 2019)

Tetap dapat masuk, beredar dan diperdagangkan diwilayah Indonesia, selama memiliki ijin edar, ijin usaha perdagangan, dan ijin impor. Sesuai peraturan perundang undangan tentang tahapan jenis produk yang wajib bersertifikat halal.

Penahapan tidak berlaku,

Untuk produk yang kewajiban kehalalannya sudah ditetapkan dengan peraturan perundang undangan. dan untuk preoduk yang sudah bersertifikat halal sebelum UU no.33/2014 berlaku

 

Kreteria Penetapan Halal yang berlaku di Indonesia

Kreteria Penetapan Halal di Indonesia dipengaruhi oleh : 

-          Sains, perkembangan teknologi yang mempengaruhi produk 

-          Fiqih (al quran dan hadist) 

Para Pelaku yang berperan dalam Sertifikat Halal Produk 

-          LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) dan Auditor Halal

-          Pemeriksaan dan Pengujian Produk (sains laboratorium) 

-          Otoritas Majelis Ulama (Komisi Fatwa MUI)

-          Sidang Fatwa Penetanapan Kehalalan Produk


Kewajiban Pelaku Usaha

1. Pelaku Usaha yang mengajukan Permohonan Sertifikasi Halal memiliki beberapa kewajiban, antara lain untuk :

  • Memberikan Informasi (benar, transparan, jelas dan jujur)
  • Lokasi Usaha (Memisahkan lokasi/tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, penyajian antara produk halal dan tidak halal)
  • Menunjuk Penyelia Halal sebagai penanggung jawab berjalanannya sistem jaminan halal di perusahaan (Penyelia Halal haruslah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan) Penyelia halal dalam industry menengah/besar termasuk kedalam quality assurance perusahaan. Bagi UMK penyelia halal boleh dilakukan oleh pemiliknya atau ownernya apabila belum memiliki penyelia halal.
  • Proses Produksi (melaporkan segala perubahan proses produksi yang terkait perubahan komposisi bahan, alat proses produksinya, cara produksinya seperti apa, dilakukan dimana, mengunakan apa) disampaikan sebelum pengajuan permohonan sertifikasi halal, karena ini terkait dengan proses yang dilakukan pada saat audit, oleh lembaga pemeriksa halal. Lembaga Sertifikasi Halal (LPH) inilah yang akan melakukan proses audit yang diajukan pelaku usaha ketika mengajukan produknya untuk disertifikasi halal
2. Pelaku Usaha memahami Prinsip Sertifikasi Halal
  • Memastikan Produk yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan Halal 
  • Menjamin kehalalan produk diseluruh rangkaian proses produksi halal
  • Memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram (baik fasilitas, peralatan, pekerjaan dan lingkungan) 
  • Menjaga kesinambungan proses produksi 
3. Pelaku Usaha memahami Persiapan Sertifikat Halal, dengan : 
  • Personil (Team Manajemen Halal/ Team HAS 23000)  dan penyelia halal) 
  • Proses Produksi (Fasilitas,Peralatan,Produk, Bahan, Prosedur)


Bahan yang dipergunakan

Bahan yang dipergunakan Proses Produksi Halal (UU no. 33/2014 pasal 17-20)

1.       Bahan Baku

2.       Bahan Olahan

3.       Bahan Tambang

4.       Bahan Penolong

Bahan bahan yang dimaksud berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi dan proses rekayasa genetika. 

  • Bahan yang berasal dari hewan halal pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat. Hewan Halal yang digunakan sebagai bahan proses produksi, wajib disembelih sesuai dengan syariat dan memenuhi kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner
  • Bahan dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukan dan membahayakan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya
  • Bahan yang berasal dari proses mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses bilogi, atau proses rekayasa genetika diharamkanjika proses pertumbuhannya atau pembuatannya tercampur/terkadung

Proses Produksi Halal

  • Lokasi/tempat, dan alat Proses Produksi Halal wajib dipisahkan dengan lokasi/tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, penyajian produk yang tidak halal (haram/najis)
  • Lokasi/tempat dan alat Proses Produksi Halal wajib dijaga kebersihan/hyginetasnya, bebas dari sesuatu yang haram/najis (sesuatu yang tidak halal)

 

Prosedur Sertifikasi Halal (merupakan tanggung jawab antar pihak yakni BPJPH, LPH dan MUI)

  1. Permohonan Pelaku Usaha (Profil Usaha dan Pelaku Usaha harus jelas) untuk pengajuan Sertifikasi Halal.
  2. Pemeriksaan Formulir dan Kelengkapan Dokumen yang diajukan Pelaku Usaha oleh BPJPH, dikeluarkannya Surat Pengantar Pengajuan Sertifikasi Halal, Dokumen pelaku usaha diserahkan ke LPH yang dipilih oleh pemohon.
  3. Penetapan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang dipilih oleh pemohon
  4. Pemeriksaan Dokumen dengan kesesuaian aplikasi dilapangan dan Pengujian Kehalalan Produk (pengujian laboratorium apabila diperlukan) oleh LPH
  5. Penetapan Kehalalan Produk (BPJPH mengajukan hasil pemeriksaan/pengujian kehalalan produk) ke MUI menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa. Hasil Kehalalan Produk disampaikan ke BPJPH oleh LPH
  6. Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH

 

Tata Cara Pengajuan Sertifikasi Halal

  • Pelaku Usaha melakukan pengajuan permohonan secara langsung ke BPJPH setempat (via PTSP Kementrian Agama), pada masa pendemi COVIT-19 bisa dilakukan via email sertifikasihalal@kemenag.go.id (WA : 08111171019)
  • Pengajuan secara elektronik menggunakan sistem informasi halal


Teknis Prosedur yang harus dilalui dalam Prosesa Pengajuan Sertifikasi Halal yang dulu dan sekarang hanya adanya penambahan aktor baru spt BPJPH. Sekarang ada LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang dulu hanya LPPOM MUI tapi sekarang ada beberapa LPH lainnya.

 




Waktu yang dibutuhkan untuk Sertifikasi Halal

(Waktu sesuai dengan schedule yang ditetapkan dengan catatan dokumen sesuai)

 


Dokumen Persyaratan Permohonan Sertifikasi Halal

Semua dokumen dikirim melalui (sertifikasihalal@kemenag.go.id) disatukan dalam satu file pdf (max 8 Mb), dengan format pengiriman dokumen :  

Nama Perusahaan_Pendaftaram SH_tanggal kirim 

(PT.Sakura_Pendaftaran SH_19032020)

Dokumen yang dipersiapkan antara lain : 

  1. Surat Permohonan Pelaku Usaha untuk Registrasi Halal
  2. Formulir Pendaftaran (diperoleh di BPJPH setelah menyerahkan berkas Surat Permohonan) atau dapat diunduh melalui (http://halal.go.id/infopenting) dalam formulir menginformasikan profil usaha dan pelaku usaha dan nama produk yang akan didaftarkan, dan bahan) serta kebijakan halal perusahaan)
  3. Aspek Legal Pelaku Usaha (NIB, NPWP, KTP, Ijin Usaha (SIUP/IUMK/Surat Keterangan Usaha)
  4. Identitas Penyelia Halal (KTP, Ketetapan Penyelia Halal, daftar riwayat hidup, sertifikasi pelatihan penyelia halal)
  5. Daftar Nama Produk
  6. Daftar Nama Bahan (bahan yang dipergunakan untuk pendaftaran produk yang akan disertifkasi halal)
  7. Diagram Alir Proses Produksi
  8. Denah Lokasi
  9. Identitas pendaftar (menyertakan surat kuasa dari pimpinan perusahaan, salinan KTP pendaftar)

 

Penjaminan Kehalalan Produk

Kegiatan yang secara sadar untuk tetap mengikuti semua persyaratan, aturan, dan kegiatan produksi serta pengawasannya agar secara konsisten mempertahankan kehalalaln semua produk yang dihasilkan

  1. Bahan, menggunakan bahan yang halal (hewan/nabati) terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong
  2. Sistem Produksi, menggunakan fasilitas, peralatan dan sumber daya untuk proses produksi
  3. Standar Oprasional Prosedur (SOP), dimana setiap aktivitas kritis yang mempengaruhi kehalalan harus dilengkapi dengan SOP
  4. Sistem Manajemen Jaminan Halal, (Kebijakan Halal Perusahaan) komitmen perusahaan untuk selalu disiplin dalam menjalankan Sistem Jaminan Halal/Manajemen Halal


Sistem Jaminan Produk Halal 

Persyaratan Umum Sertifikasi Halal – SJPH 1710-01:2020)

 Struktur Sistem Jaminan Produk Halal

  1. Ruang Lingkup
  2. Acuan Normatif
  3. Istilah dan Definisi
  4. Asas SJPH

a.       Perlindungan

b.      Keadilan

c.       Kepastian Hukum

d.      Akuntabilitas dan Transparasi

e.      Efektifitas dan Efisiensi

f.        Profesionalitas

g.       Nilai Tambah dan Daya saing


  1. Persyaratan

a.       Komitmen dan tanggung jawab

b.      Bahan

c.       Proses Produksi Produk Halal

d.      Produk

e.      Pemantauan dan Evaluasi


  1. Informasi terdokumentasi




Pertanyaan : 

1. Jenis Produk yang didaftarkan Registrasi Halal 

Barang yang diajukan sertifikasi halal, berdasarkan jenis produknya. Semua ini berpedoman pada keputusan mentri agama no.04/04/2020, (jenis produk dari makanan/minuman, cosmetik dll dapat didaftarkan halal) 

Satu nomer pendaftaran berlaku untuk satu jenis produk dan satu nomer sertifikat. Jenis produk adalah pengklasifikasian berdasarkan ciri tertentu yang dimiliki oleh produk makanan, minuman, obat tradisional, obat, kosmetik, produk kimia, biologi, rekayasa genetik, barang gunaan, jasa penyembelihan, jasa pengolahan, jasa penyimpanan, jasa pengemasan, jasa pendistribusian, jasa penjualan, jasa penyajian. Jenis produk yang digunakan saat ini merupakan kelompok produk sesuai keputusan LPPOM MUI tentang ketentuan kelompok produk berserrtifikat halal MUI Rev-01 (NO SK 11/Dir/LPPOM MUI/II14/Rev 01) Jadi apabila pelaku usaha akan mendaftarkan 2 jenis produk maka akan membuat 2 surat permohonan, 2 formulir dan 2 proses pengolahan produk, 1 aspek legal, 1 dokumen penyelia halal dan 1 dokumen SJH

Tetapi jika satu jenis produk tetapi memiliki beragam variant, maka variant tersebut bisda didaftarkan halal dengan nomer sertifikat halal yang sama.

Jika satu perusahaan memiliki beragam jenis produk, bisa saja akan memiliki beberapa sertifikat halal. Jika perusahan memiliki cabang (yang memproduksi produk yang sama), maka nanti dilampiran sertifikatnya akan dituliskan nama cabangnya.  Jika memproduksi yang benda (maka perbedaan itulah yang akan dicek saat audit) 

2. Masa berlaku sertifikat Halal 

Masa berlaku sertifikat Halal yang baru adalah 4 tahun dari BPJPH, sedangkan yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI (selaku LPH) sekarang menjadi surat ketetapan halal. Selama jedanya nanti akan ada survelen (pengawalan halal) yang dilakukan LPH. Pengawasan produk Halal yang dilakukan oleh mereka (LPH) yang dilakukan secara reguler dan sewaktu waktu. 

3. Biaya Sertifikasi Halal 

Biaya sertifikasi halal untuk UMK sekitar 2-3 juta (untuk produk dengan jenis produk dan variant produknya tidak banyak, jika banyak akan menyesuaikan). Didalam biaya tersebut sudah ada biaya adit, yang dibebankan untuk pelaku usaha, yang besarannya pun disesuaikan dengan akomodasi team auditor. Maka untuk meminimalisir biaya auditor ini maka BPJPH mengembangkan adanya LPH lain dibeberapa tempat, untuk mempermudah dan mempercepat proses sertifikasi halal. Rumusaan perhitungannya nanti bisa ditanyakan ke bagian finance LPH (jika ingin mengetahui secara transparan) 

4. Sekema Pendaftaran sertifikasi Halal 

BPJPH menerapkan 21 hari kerja (dengan catatan semua dokumen dan persyaratan lengkap) ini sudah diatur dalam uu cipta kerja
  • Pendaftaran ke BPJPH (1 hari)
  • Verifikasi data BPJPH (1 hari) , dengan catatan dokumen telah memenuhi persyaratan,  jika tidak maka lamanya waktu 1 hari ini tidak berlaku 
  • Dokumen diserahkan ke LPH yang ditunjuk pelaku usaha, untuk diverifikasi LPH sampai menuju proses audit (15 hari) tetapi dalam sistem dipersiapkan waktu 60-90 hari kerja
  • Hasil audit diserahkan ke sidang Fatwa MUI (3hari)
  • Penerbitan sertifikat halal (sisanya) 
Maka lamanya waktu 21 hari merupakan tantangan bagi BPJPH, LPH dan MUI

Tapi batasan 21 hari belum diberlakukan, saat ini masih membutuhkan waktu paling lama sekitar 90 hari kerja

4. Cara UMK untuk dapat difasilitasi kementrian / kelembagaan untuk mendapatkan sertifikat halal 

Kementrian / kelembagaan yang akan memfasilitasi UMK untuk mendapatkan sertifikat Halal, seperti kementrian koprasi, bank-bank (bank indonesia, BRI) dan beberapa BUMN dan BUMD, kementrian peridustrian. UMK yang dibawah binaan kementrian perindustrian selain mendapatkan fasilitas pembiayaan gratis juga mendapatkan pembinaan dan beberapa pelatihan (distribusi, pemasaran, dll) 

Kategori UMK yang akan mendapatkan fasilitas pembiayan gratis tergantung dari produknya, selama ini adalah produk yang low risk, pembiayan gratis ini diberikan karena mendapatkan subsidi dri pemerintah, lembaga, ormas keagamaan. 

Recuiretmen-nya bisa dilihat dimasing masing website mereka

5. Mengapa bukan sertifikasi haram yang diberikan, karena jumlah produk yang haram lebih sedikit 

Produk yang haram secara peraturannya tidak dapat disertifikasi halal. bahkan produk yang menyerupai. Babi dan khamar adalah produk haram, maka produk yang mengandung keduanya tidak dapat disertifikasi halal. Tetapi produk tersebut diwajibkan untuk memberikan keterangan (non halal) Ketrangan non halal diberikan oleh pelaku usaha sendiri, sesuai dengan persyaratan ijin edar produk di Indonesia

Sertifikat halal dikeluarkan dikarenakan saat ini ada inovasi/teknologi yang berperan dalam proses produksi. Interversi teknologi inilah yang menyebabkan produk halal menjadi tidak halam atau menyebabkan produk makanan, minumam, obat menajdi subhat (belum jelas statusnya halal atau haram) Produk subhat inilah yang memerlukan penentuan keputusan halal atau sertifikat halal.
 
contoh lainnya daging halal, perlu diketahui apakah dari RPH yang pemotongannya sesuai syariat islam, dan dalam proses produksi, penyimpanan dan distribusinya apakah terkontaminasi dengan produk non halal sehingga menyebabkannya menjadi haram. Maka produk daging halal yang belum jelas asal usulnya bisa menjadi subhat. 

Produk subhat inilah yang diperlukan verifikasi untuk mentukan kejelasan statusnya (keputsuan halal) 

6. Pembiayaan dari bank Syariah untuk proses Sertifikasi Halal 

Program pembiayaan khusus untuk pernguruasn sertifikasi halal UMKM memang tidak ada dibank syariah. Bank syariah selama ini hanya memberikan bantuan peminjaman dana untuk pengembangan usaha dengan sistem syariah untuk beragam usaha termasuk usaha fashion, restoram, selain jasa (perhotelan dan tour travel syariah) Untuk perhotelan syariah, bank syariah membutuhkan dewan pengawas syariah yang telah tersertifikasi MUI. 

Tetapi suatu saat diharapkan ada program bantuan untuk mendapatkan sertifikasi halal, selama hal ini dapat mendorong tumbuh kembangnya usaha (upaya usaha kecil tumbuh dan berkembang) Bank syariah mendukung modal kerja dan investasi. 

Meskipun belum dianggarkan, tetapi sebenarnya pembiayan sertifikasi halal bisa dimasukan sewaktu pengajuan modal/program bantuan pembiayaan (tanpa harus menyebutkan secara rinci) Pelaku usaha yang telah mendapatkan bantuan modal kerja, dapat segera melakukan proses produksi, dan proses sertifikasi halal dapat dilakukan setelahnya. 

7. Peran LPPOM MUI sebagai LPH 

Fungsi LPPOM MUI dari dulu sampai sekarang tidak jauh beda.  hanya saat ini LPPOM MUI menjadi LPH (Lembaga Penyelia Halal), nantinya LPH ini bukan hanya dari LPPOM MUI bisa dari lembaga lainnya sepertu Universitas atau lembaga sertifikasi halal lainnya. Pelaku usaha yang telah memenuhi syarat dapat memilih LPH, Dari BPJPH hanya mengeluarkan surat penugasan kepada LPH untuk melakukan verifikasi untuk proses sertifikasi halal. Produk sekala nasional/ekspor bisa ke LPPOM MUI Pusat, untuk sekala non nasional bisa ke LPPOM MUI daerah. LPH LPPOM MUI telah menerapkan sistem registrasi halalnya menggunakan aplikasi CEROL 

Materi selanjutnya bisa (klik disini) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar