Oleh Bapak Matsuki HS
Pemahaman Baru Regulasi Halal-Sukses Berkah Bisnis Halalku
15 Desember 2020
Catatan 11 Kreteria Halal HAS 23000 (klik disini)
Pengembangan Jaminan Produk Halal :
- Penataan Kelembagaan BPJPH sebagai layanan Umum
- Sistem Informasi Layanan Sertifikasi Hlala dan Integritas Data
- Pembuatan, Pengawasan Halal untuk sinergi antar stake Holder Halal
- Kerjasama antar lembaga dan kerjasama Inernational dalam SJH
- Mendukung Pengembangan Industri Halal
Perkembangan Regulasi Jaminan
Produk Halal
- UU no 33/2014 (Jaminan Produk Halal)
- PP no 31/2019 Direksi Layanan Sertifikat Halal kepada LPH/LPPOM MUI, krisis tariff layananan
- KNA no.464/2020 (Jenis Produk Wajib bersertifikat Halal)
Perkembangan terakhir dari 2014,
dari UU Cipta Kerja, UU no 11/2020 berupa pasal yang mengalami
perubahan/refisi substantive
perkembangan Clausul dalam pasal (22 pasal) yang berdampak dalam UU Cipta Kerja.
Implementasinya pada 17 Oktober 2020, ini pun masih dalam tahapan proses
(refisi) dan masih ada perubahan perubahan yang signifikan yang berkaitan
dengan perubahan PP dan UU. Perubahan PP masih disesuaikan dengan kondisi antar
kementrian.
Fokus dalam tema pembahasan kali
ini hanyalah “Bagaimana Pelaksanaan Sertifikasi Halal yang sudah berjalan
dengan berpedoman kepada peraturan yang ada dan berdasarkan keputusan mentri
agama berkaitan dengan jenis produk yang wajib disertifikasi”
Pasal yang krusial dalam UU yang
mencangkup Jaminan Produk Halal adalah pasal 14 UU no.33/2014 tentang JPH
(Jaminan Produk Halal) menyebutkan Produk yang masuk dan beredar dan
diperdagangkan di wilayah Indonesia Wajib Bersertifikasi Halal. Ini merupakan
momentum penting yang menjadikan Jaminan Produk Halal mengalami perubahan dari
tahun ke tahun (1990-2020). UU no.33/2014 tersebut hanyalah melanjutkan awalan
dari apa yang sudah ada (yang mana jalannya sudah dibuka oleh Majelis Ulama
Indonesia). Perubahan yang dilakukan disesuaikan dengan perubahan lingkungan
Perdagangan dunia, Perdagangan Halal Dunia, merebaknya Halal Life Style
Produk :
Jenis Produk yang diamanatkan oleh UU adalah sebagai berikut
1. Barang (Minuman/Makanan, Obat/Kosmetik), Produk Kimiawi/Produk Biologi, Produk Rekayasa genetika, Barang Gunaan)
Barang (Makanan, Minuman, Obat, Kosmetika)
Saat ini jenis
produk yang sudah mulai berjalan untuk didaftarkan halal yakni kategori barang
(makanan/minuman, obat dan kosmetika) namun dengan adanya uu maka terjadi
pengembangan lingkup dari produk barang spt
produk Produk Kimiawi/Produk Biologi, Produk Rekayasa genetika, Barang
Gunaan) yang diakibatkan adanya perkembangan teknologi.
Poduk kimiawi, biologi, dan rekayasa genetika (hanyalah produk yang terkait dengan makanan, minuman, obat dan kosmetika) jika tidak terkait produk makanan/minuman, obat dan kosmetika maka tidak wajib bersertifikasi halal
- Barang gunaan yang berasal dari hewan/mengandung unsur hewan (hewan halal/haram), hewan halal harus disembelih dengan syariat islam
- Barang yang dipakai (sandang, penutup kepala, aksesoris)yang mengandung unsur hewan seperti bulu, kulit hewan, dll)
- Barang gunaan yang digunakan (perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan umat islam, kemasan makanan dan minuman, alat tulis, dan perlengkapan kantor) contoh alat makan/minum (piring,gelas yang terkandung bahan yang berasal dari tulang hewan
- Barang gunaan yg dimanfaatkan (perlengkapan alat kesehatan) contoh alat pacu jantung
2. Barang Jasa (Penyembelihan, Pengolahan, Penyimpanan, Pengemasan, Pendistribusian, Penjualan, Penyajian) hanya yang terkait dengan Makanan, Minuman, Obat dan Kosmetika.
- Jasa yang sudah berjalan saat ini adalah jasa penyembelihan, merupakan penyedia jasa yang sangat krusial bagi penyediaan daging (daging halal) bagi penyembelihan rumah potong hewan atau ungas, maka daging ini bisa menjadi bahan baku bagi produk yang akan disertifikasi halal.
- Jasa yang lainnya yang berkaitan dengan makanan, minuman, obat dan kosmetika, seperti restoran yang mendisplai makanan (wajib bersertifikat halal), tetapi untuk toko-toko/supermarket yang tidak terkait dengan makanan, minuman, obat dan kosmetika (tidak wajib bersertifikat halal)
Penahapan Produk Wajib Bersertifikasi Halal
Mulai tanggal 19 Oktober 2019-17 Oktober 2021 yakni :
- Produk Makanan dan Minuman
- Produk yang kewajiban kehalalannya sudah
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan
- Produk yang sudah bersertifikat Halal
sebelum UU no.33/2014 berlaku
- Produk Jasa yang terkait dengan
makanan/minuman, obat dan kosmetika
Produk selain Makanan dan Minuman (mulai 17 Oktober 2021 dengan masa tenggang 5 tahun, 10 tahun, dan 15 tahun) yakni :
- Obat (Obat Tradisional, suplemen
kesehatan, obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dikecualikan
psikotropika)
- Kosmetika
- Produk Kimia, Biologi dan Rekayasa
Genetika
- Barang Gunaan (barang yang dipakai dan
digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat)
Penahapan Serifikasi Halal
Masih ada tenggang waktu bagi para pelaku usaha untuk mensertifikasi produknya. Berikut Jenis Produk yang dimaksud :
1. Produk Makanan dan Minuman (5 tahun s/d 17 Oktober 2024), undang-undangnya sudah diberlakukan dan sudah berjalan.
2. Produk Non Makanan, undang undangnya baru diberlakukan tahun 2021 (untuk tahap pertama)
2.1.
Non Obat, Non Produk Biologi, Non Alkes, dan Non
PKRT
2.2.
Obat
2.2.1. Obat
Tradisional (7 tahun s/d 17 Oktober 2026)
2.2.2. Obat
Suplement Kesehatan ( 7 Tahun s/d 17 Oktober 2026)
2.2.3. Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas (10 tahun s/d 17/10/2029)
2.2.4. Obat
Keras dikecualikan Psikotropik (15 tahun s/d 17/10/2034)
2.3. Produk
Biologi (termasuk Vaksin) diatur dalam perpres
2.4. Alat
Kesehatan
2.4.1. Kelas
Resiko A (7 tahun s/d 17 Oktober 2026)
2.4.2. Kelas
Resiko B (7 tahun s/d 17 Oktober 2029)
2.4.3. Kelas
Resiko C (15 Tahun s/d 17 Oktober 2034)
2.4.4. Kelas
Resiko D ( Diatur dalam perpres)
2.5. PKRT (Perbekalan Kesahatan Rumah Tangga)
Produk yang
belum bersertifikat Halal (per 19 Oktober 2019)
Tetap dapat masuk, beredar dan diperdagangkan
diwilayah Indonesia, selama memiliki ijin edar, ijin usaha perdagangan, dan
ijin impor. Sesuai peraturan perundang undangan tentang tahapan jenis produk
yang wajib bersertifikat halal.
Penahapan tidak berlaku,
Untuk produk yang kewajiban kehalalannya sudah
ditetapkan dengan peraturan perundang undangan. dan untuk preoduk yang sudah
bersertifikat halal sebelum UU no.33/2014 berlaku
Kreteria Penetapan Halal yang berlaku di
Indonesia
Kreteria Penetapan Halal di Indonesia dipengaruhi oleh :
-
Sains, perkembangan teknologi yang mempengaruhi produk
-
Fiqih (al quran dan hadist)
Para Pelaku yang berperan dalam Sertifikat Halal Produk
-
LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) dan Auditor Halal
-
Pemeriksaan dan Pengujian Produk (sains laboratorium)
-
Otoritas Majelis Ulama (Komisi Fatwa MUI)
- Sidang Fatwa Penetanapan Kehalalan Produk
Kewajiban Pelaku Usaha
1. Pelaku Usaha yang mengajukan Permohonan Sertifikasi Halal memiliki beberapa kewajiban, antara lain untuk :
- Memberikan Informasi (benar, transparan, jelas dan jujur)
- Lokasi Usaha (Memisahkan lokasi/tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, penyajian antara produk halal dan tidak halal)
- Menunjuk Penyelia Halal sebagai penanggung jawab berjalanannya sistem jaminan halal di perusahaan (Penyelia Halal haruslah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan) Penyelia halal dalam industry menengah/besar termasuk kedalam quality assurance perusahaan. Bagi UMK penyelia halal boleh dilakukan oleh pemiliknya atau ownernya apabila belum memiliki penyelia halal.
- Proses Produksi (melaporkan segala perubahan proses produksi yang terkait perubahan komposisi bahan, alat proses produksinya, cara produksinya seperti apa, dilakukan dimana, mengunakan apa) disampaikan sebelum pengajuan permohonan sertifikasi halal, karena ini terkait dengan proses yang dilakukan pada saat audit, oleh lembaga pemeriksa halal. Lembaga Sertifikasi Halal (LPH) inilah yang akan melakukan proses audit yang diajukan pelaku usaha ketika mengajukan produknya untuk disertifikasi halal
- Memastikan Produk yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan Halal
- Menjamin kehalalan produk diseluruh rangkaian proses produksi halal
- Memastikan tidak terjadi kontaminasi bahan haram (baik fasilitas, peralatan, pekerjaan dan lingkungan)
- Menjaga kesinambungan proses produksi
- Personil (Team Manajemen Halal/ Team HAS 23000) dan penyelia halal)
- Proses Produksi (Fasilitas,Peralatan,Produk, Bahan, Prosedur)
Bahan yang dipergunakan
Bahan yang dipergunakan Proses
Produksi Halal (UU no. 33/2014 pasal 17-20)
1. Bahan
Baku
2. Bahan
Olahan
3. Bahan
Tambang
4. Bahan
Penolong
Bahan bahan yang dimaksud berasal dari hewan, tumbuhan, mikroba, bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi dan proses rekayasa genetika.
- Bahan yang berasal dari hewan halal pada dasarnya halal, kecuali yang diharamkan menurut syariat. Hewan Halal yang digunakan sebagai bahan proses produksi, wajib disembelih sesuai dengan syariat dan memenuhi kaidah kesejahteraan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner
- Bahan dari tumbuhan pada dasarnya halal, kecuali yang memabukan dan membahayakan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya
- Bahan yang berasal dari proses mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses bilogi, atau proses rekayasa genetika diharamkanjika proses pertumbuhannya atau pembuatannya tercampur/terkadung
Proses Produksi Halal
- Lokasi/tempat, dan alat Proses Produksi Halal wajib dipisahkan dengan lokasi/tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, penyajian produk yang tidak halal (haram/najis)
- Lokasi/tempat dan alat Proses Produksi Halal wajib dijaga kebersihan/hyginetasnya, bebas dari sesuatu yang haram/najis (sesuatu yang tidak halal)
Prosedur
Sertifikasi Halal (merupakan tanggung jawab antar pihak yakni BPJPH, LPH dan
MUI)
- Permohonan Pelaku Usaha (Profil Usaha dan Pelaku Usaha harus jelas) untuk pengajuan Sertifikasi Halal.
- Pemeriksaan Formulir dan Kelengkapan Dokumen yang diajukan Pelaku Usaha oleh BPJPH, dikeluarkannya Surat Pengantar Pengajuan Sertifikasi Halal, Dokumen pelaku usaha diserahkan ke LPH yang dipilih oleh pemohon.
- Penetapan LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang dipilih oleh pemohon
- Pemeriksaan Dokumen dengan kesesuaian aplikasi dilapangan dan Pengujian Kehalalan Produk (pengujian laboratorium apabila diperlukan) oleh LPH
- Penetapan Kehalalan Produk (BPJPH mengajukan hasil pemeriksaan/pengujian kehalalan produk) ke MUI menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwa. Hasil Kehalalan Produk disampaikan ke BPJPH oleh LPH
- Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH
Tata
Cara Pengajuan Sertifikasi Halal
- Pelaku Usaha melakukan pengajuan permohonan secara langsung ke BPJPH setempat (via PTSP Kementrian Agama), pada masa pendemi COVIT-19 bisa dilakukan via email sertifikasihalal@kemenag.go.id (WA : 08111171019)
- Pengajuan Sertifikat Halal luar negeri dapat diajukan ke email (sertifikathalal@kemenag.go.id)
- Pengajuan secara elektronik menggunakan sistem informasi halal
Teknis Prosedur yang harus dilalui dalam Prosesa Pengajuan Sertifikasi Halal
yang dulu dan sekarang hanya adanya penambahan aktor baru spt BPJPH. Sekarang
ada LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) yang dulu hanya LPPOM MUI tapi sekarang ada
beberapa LPH lainnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk Sertifikasi
Halal
(Waktu sesuai dengan schedule yang ditetapkan dengan catatan dokumen sesuai)
Dokumen Persyaratan Permohonan Sertifikasi Halal
Semua dokumen dikirim melalui (sertifikasihalal@kemenag.go.id) disatukan dalam satu file pdf (max 8 Mb), dengan format pengiriman dokumen :
Nama Perusahaan_Pendaftaram SH_tanggal kirim
(PT.Sakura_Pendaftaran SH_19032020)
Dokumen yang dipersiapkan antara lain :- Surat Permohonan Pelaku Usaha untuk Registrasi Halal
- Formulir Pendaftaran (diperoleh di BPJPH setelah menyerahkan berkas Surat Permohonan) atau dapat diunduh melalui (http://halal.go.id/infopenting) dalam formulir menginformasikan profil usaha dan pelaku usaha dan nama produk yang akan didaftarkan, dan bahan) serta kebijakan halal perusahaan)
- Aspek Legal Pelaku Usaha (NIB, NPWP, KTP, Ijin Usaha (SIUP/IUMK/Surat Keterangan Usaha)
- Identitas Penyelia Halal (KTP, Ketetapan Penyelia Halal, daftar riwayat hidup, sertifikasi pelatihan penyelia halal)
- Daftar Nama Produk
- Daftar Nama Bahan (bahan yang dipergunakan untuk pendaftaran produk yang akan disertifkasi halal)
- Diagram Alir Proses Produksi
- Denah Lokasi
- Identitas pendaftar (menyertakan surat kuasa dari pimpinan perusahaan, salinan KTP pendaftar)
Penjaminan Kehalalan Produk
Kegiatan yang secara sadar untuk tetap mengikuti semua persyaratan,
aturan, dan kegiatan produksi serta pengawasannya agar secara konsisten
mempertahankan kehalalaln semua produk yang dihasilkan
- Bahan, menggunakan bahan yang halal
(hewan/nabati) terdiri dari bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong
- Sistem Produksi, menggunakan fasilitas,
peralatan dan sumber daya untuk proses produksi
- Standar Oprasional Prosedur (SOP),
dimana setiap aktivitas kritis yang mempengaruhi kehalalan harus
dilengkapi dengan SOP
- Sistem Manajemen Jaminan Halal, (Kebijakan
Halal Perusahaan) komitmen perusahaan untuk selalu disiplin dalam
menjalankan Sistem Jaminan Halal/Manajemen Halal
Sistem Jaminan Produk Halal
Persyaratan Umum Sertifikasi Halal – SJPH 1710-01:2020)
- Ruang Lingkup
- Acuan Normatif
- Istilah dan Definisi
- Asas SJPH
a.
Perlindungan
b.
Keadilan
c.
Kepastian Hukum
d.
Akuntabilitas dan Transparasi
e.
Efektifitas dan Efisiensi
f.
Profesionalitas
g.
Nilai Tambah dan Daya saing
- Persyaratan
a.
Komitmen dan tanggung jawab
b.
Bahan
c.
Proses Produksi Produk Halal
d.
Produk
e.
Pemantauan dan Evaluasi
- Informasi terdokumentasi
- Pendaftaran ke BPJPH (1 hari)
- Verifikasi data BPJPH (1 hari) , dengan catatan dokumen telah memenuhi persyaratan, jika tidak maka lamanya waktu 1 hari ini tidak berlaku
- Dokumen diserahkan ke LPH yang ditunjuk pelaku usaha, untuk diverifikasi LPH sampai menuju proses audit (15 hari) tetapi dalam sistem dipersiapkan waktu 60-90 hari kerja
- Hasil audit diserahkan ke sidang Fatwa MUI (3hari)
- Penerbitan sertifikat halal (sisanya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar