Pengikut

Kamis, 20 Juni 2019

PRODUK PANGAN ORGANIK

Pengertian Organik

Organik merupakan suatu istilah pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan standar sistem pertanian organik dan disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Organik yang telah diakreditasi. 

Regulasi yang mengatur tanggung jawab semua pihak terkait dalam proses produksi produk organik diatur lebih lanjut oleh Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO).

Persyaratan impor produk organik harus didasarkan pada prinsip kesetaraan dan transparansi seperti ditetapkan dalam Principles for Food Import and Export Inspection and Certification (CAC GL 20-1995) dan Guidelines for Food Import and Export Control System (CAC/GL 47-2003). Dalam penerimaan impor produk organik, Indonesia perlu menilai prosedur inspeksi dan sertifikasi serta standar yang diterapkan di negara pengekspor. Syarat dan tata cara penilaian tersebut diatur lebih lanjut oleh OKPO. 

Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) adalah lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi/verifikasi bahwa produk yang dijual atau dilabel sebagai “organik” telah diproduksi, diolah, disiapkan, ditangani, dan diimpor sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.


Pertanian Organik

Tujuan utama dari pertanian organik adalah untuk mengoptimalkan produktivitas komunitas organisme di tanah, tumbuhan, hewan dan manusia yang saling tergantung satu sama lain. Pertanian organik sebenarnya dapat mendukung pelestarian lingkungan.

Pertanian organik didasarkan pada : 
  • Penggunaan bahan input eksternal secara minimal 
  • Tidak menggunakan pupuk dan pestisida sintetis
Meskipun dalam prakteknya pertanian organik tidak dapat menjamin bahwa produk yang dihasilkan sepenuhnya bebas dari residu. Hal ini dikarenakan adanya polusi lingkungan secara umum seperti cemaran udara, tanah dan air, namun beberapa cara dapat digunakan untuk mengurangi polusi lingkungan. 

Oleh karena itu untuk menjaga integritas produk pertanian organik, operator, pengolah dan pedagang pengecer pangan organik harus mengacu pada standar.

Sistem produksi pertanian organik didasarkan pada standar produksi yang spesifik dan teliti dengan tujuan untuk menciptakan agroekosistem yang optimal dan lestari berkelanjutan baik secara sosial, ekologi maupun ekonomi dan etika. Peristilahan seperti biologi dan ekologis juga digunakan untuk mendiskripsikan sistem organik secara lebih jelas. 

Persyaratan untuk pangan yang diproduksi secara organik berbeda dengan produk pertanian lain, di mana prosedur produksinya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari identifikasi dan pelabelan, serta pengakuan dari produk organik tersebut.


Ruang Lingkup Sistem Pertanian Organik

Sistem pertanian organik 

Merupakan sstem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan/kondisi setempat. Jika memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem.

Sistem Pertanian Organik menetapkan ketentuan tentang produksi, penanganan, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan dan pelabelan produk. 

Standar SNI ini tidak berlaku untuk bahan dan / atau produk yang dihasilkan dari produk rekayasa genetika/organisme hasil rekayasa genetika/modifikasi genetika. Produk Rekayasa Genetik (PRG)/organisme hasil rekayasa/modifikasi genetika (GMO) organisme hidup, bagian-bagiannya dan/atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modern. Teknik rekayasa /modifikasi genetika termasuk rekombinasi DNA, fusi sel, injeksi mikro dan makro, penghilangan dan penggandaan gen. Organisme hasil rekayasa genetika tidak termasuk organisme yang dihasilkan dari teknik-teknik seperti konjugasi, enkapsulasi, transduksi dan hibridisasi

Standar SNI  ini diterapkan untuk sistem pertanian organik pada produk :
  • Tanaman segar, produk tanaman dan produk olahannya 
  • Ternak, produk ternak dan produk olahannya 
  • Peternakan lebah dan olahannya 
  • Produk khusus (jamur) dan produk olahannya 
  • Produk yang tumbuh liar dan produk olahannya 
  • Input produksi (pakan, pupuk, pestisida, dan benih) 
Sistem pertanian organik dirancang untuk : Mengembangkan keanekaragaman hayati secara keseluruhan dalam sistem
  • Meningkatkan aktivitas biologi tanah
  • Menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang
  • Mendaur-ulang limbah asal tumbuhan dan hewan untuk mengembalikan nutrisi ke dalam tanah sehingga meminimalkan penggunaan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui
  • Mengandalkan sumber daya yang dapat diperbaharui pada sistem pertanian yang dikelola secara lokal
  • Meningkatkan penggunaan tanah, air dan udara secara baik, serta meminimalkan semua bentuk polusi yang dihasilkan dari kegiatan pertanian
  • Menangani produk pertanian dengan penekanan pada cara pengolahan yang baik pada seluruh tahapan untuk menjaga integritas organik dan mutu produk
  • Bisa diterapkan pada suatu lahan pertanian melalui suatu periode konversi, yang lamanya ditentukan oleh faktor spesifik lokasi seperti sejarah penggunaan lahan serta jenis tanaman dan hewan yang akan diproduksi. 

Pangan Organik 


Pangan organik harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan, dengan  menerapkan  Cara  Produksi  Pangan  Olahan  yang  Baik  (CPPOB),  Cara  Distribusi Pangan yang Baik dan Cara Ritel Pangan yang Baik (CRPB). 



Bahan tambahan pangan, bahan penolong dan bahan lain yang digunakan harus sesuai dengan yang diizinkan dan ada beberapa yang dilarang dalam produksi produk olahan organik mengacu pada lampiran (standar SNI) 
  1. Perisa (flavouring), Perisa yang dapat digunakan adalah perisa alami (natural flavouring)
  2. Air dan garam, Air  yang  dapat  digunakan  adalah  air  berstandar  air  minum.  Garam yang  dapat digunakan  adalah  natrium  klorida  atau  kalium  klorida  sebagai  komponen  dasar  yang biasanya digunakan dalam pengolahan.
  3. Penyiapan mikroorganisme dan enzim,  Semua mikroorganisme dan enzim yang biasanya digunakan sebagai bahan penolong dapat digunakan, kecuali organisme dan enzim hasil rekayasa/modifikasi genetik.
  4. Mineral (termasuk trace element), yang  termasuk  dalam  kelompok  ini  adalah   vitamin,  asam  amino  dan  asam  lemak esensial dan senyawa nitrogen yang lain.

Metode Pengolahan Pangan Organik 

  • Pengolahan  dilakukan  secara  mekanik,  fisik  atau  biologi  (seperti  fermentasi  dan pengasapan) serta meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan(BTP), bahan penolong dan bahan lain sesuai lampiran.

  • Dalam  melaksanakan  proses  pengolahan,  operator  perlu  memperhatikan  kesehatan dan higiene personel dan lingkungan


Pengemasan Pangan Organik 

Produk jadi pangan organik sebaiknya memiliki bahan kemasan yang sebaiknya dipilihdari bahan hasil daur-ulang atau bahan yang dapat didaurulang. 

Sanitasi Fasilitas Pengolahan Pangan Organik 
  1. Tempat  penyimpanan  dan  wadah  (kontainer)  untuk  pengangkutan produk  pertanian organik  harus  dibersihkan  dahulu  dengan  menggunakan  metode  dan  bahan  yang boleh digunakan untuk sistem produksi organik. 
  2. Jika tempat penyimpanan atau wadah (kontainer)  yang  akan  digunakan  tidak  hanya  digunakan  untuk  produk  pertanian organik,  maka  dilakukan  tindakan  pencegahan  agar  produk  pertanian  organik  tidak terkontaminasi  dengan  pestisida  atau  bahan  yang  dilarang  seperti  tercantum  dalam (tabel A.3 pada Lampiran A).
  3. Disinfektan dan zat pembersih yang dapat bersentuhan dengan produk organik yaitu air  dan  zat-zat  yang  tercantum dalam  lampiran  D. Dalam  kasus  dimana  zat-zat  ini tidak  efektif  dan  zat  lain  harus  digunakan,  zat  lain  tersebut  harus  tidak  bersentuhan dengan produk organik
  4. Apabila menggunakan air sebaiknya mempergunakan air yang memiliki standar  air  bersih  namun  untuk  produk-produk  yang langsung dikonsumsi harus menggunakan standar air minum. 

Penyimpanan dan pengangkutan 

Langkah-langkah  untuk  mencegah  kontaminasi  tidak  mewajibkan  pemisahan fasilitas penyimpanan dan kendaraan transportasi. Harus ada pemisahan yang jelas antara produk organik dengan konvensional selama penyimpanan dan transportasi 
  1. Integritas  produk  organik  harus  dipelihara  selama  penyimpanan  dan  pengangkutan, serta ditangani dengan menggunakan tindakan pencegahan sebagai berikut, (a) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak tercampur dengan produk pangan non-organik; (b) Produk organik harus dilindungi setiap saat agar tidak kontak dengan bahan yang tidak  diizinkan  untuk  digunakan  dalam  sistem  produksi  pertanian organik  dan penanganannya. 
  2. Jika hanya  sebagian  produk  yang  telah  disertifikasi,  maka  produk  lainnya  harus disimpan dan ditangani secara terpisah serta kedua jenis produkini harus diidentifikasi secara jelas. 
  3. Penyimpanan  produk  organik  harus  dipisahkan  dari  produk  non-organik  serta  harus diidentifikasi secara jelas. 

Pelabelan dan klaim Pangan Organik 
  1. Produk  organik  yang  telah  disertifikasi  harus  mencantumkan  logo  Organik  Indonesia sesuai denganLampiran E dapat dimanfaatkan untuk keperluan iklan atau komersil.
  2. Klaim  untuk  produk  olahan  organik  harus  mengandung  bahan  pangan  organik sekurang-kurangnya 95% dari total berat atau volume, tidak termasuk air dan garam. Bahan pangan non organik yang digunakan dalam pangan olahan organik sebanyakbanyaknya  5%  dari  total  berat  atau  volume,  tidak  termasuk  air  dan  garam.  Air  dan garam  sebagaimana  dimaksud  merupakan  air  dan  garam  yang  ditambahkan  selama proses pengolahan pangan. Bahan yang 5% (tidak organik) tidak boleh sejenis dengan bahan yang 95% (organik). 
  3. Dilarang menggunakan “logo” dan atau kata “ORGANIK / ORGANIS/ ORGANIC” atau yang  bermakna  sama  pada  kemasan  atau  promosi  lainnya  bagi  produk  yang  belum disertifikasi organik oleh LSO yang telah terakreditasi oleh KAN.

Ketelusuran Dokumen dan Dokumentasi Rekaman
  1. Data tertulis atau dokumentasi harus disimpan sehingga memungkinkan bagi lembaga sertifikasi  dan  otoritas  untuk  menelusuri  asal, sifat  dan  kuantitas  semua  bahan  yang dibeli, serta penggunaan bahan tersebut. 
  2. Data tertulis dan dokumen yang menerangkan tentang semua jenis barang, kuantitas dan  penerima/pembeli  barang  yang  terjual  harus  disimpan.  Kuantitas  yang  terjual secara  langsung  ke  konsumen  harus  dicatat.  Jika  kegiatannya  termasuk  mengolah produk pertanian, maka datanya harus termasuk informasi yang diperlukan seperti:
  • Asal,  jenis  dan  kuantitas  produk  pertanian  yang  dikirim  ke  unit  penyiapan  dan pengemasan; 
  • Jenis, kuantitas dan penerima produk yang telah dikirim; 
  • Informasi lain seperti asal, jenis dan kuantitas bahan, bahan tambahan dan bahan penolong  yang  digunakan  ke  unit  penyiapan  dan  pengemasan  serta komposisi dari  produk  yang  diolah,  yang  dibutuhkan  lembaga  sertifikasi  dan  otoritas  untuk tujuan inspeksi.
  • Tjuan  inspeksi,  operator  harus  memberikan  akses  kepada  lembaga  sertifikasi dan  otoritas  ke  lokasi  dan  fasilitas  produksi,  penyimpanan  dan semua  dokumen pendukung yang diperlukan. 
  • Dokumen rekaman di atas harus disimpan minimal 5 tahun.

Persyaratan Bahan Lain yang Tidak Terdapat pada Lampiran

Persyaratan  yang  harus  dipenuhi  untuk  melakukan  perubahan  pada  daftar  bahan tercantum pada Lampiran A. Penambahan bahan baru yang belum tercantum dalam Lampiran  A maupun  perubahannya  dilakukan  oleh  OKPO  dengan  memperhatikan persyaratan sebagai berikut: 
  • Sesuai dengan prinsip-prinsip produksi pertanian organik; 
  • Penggunaan bahan tersebut sangat diperlukan; 
  • Pembuatan,  penggunaan  dan  pembuangan  limbah  bahan  tersebut  tidak mencemari lingkungan; 
  • Mempunyai dampak negatif yang paling rendah terhadap kesehatan hewan dan manusia serta kehidupan; 
  • Tidak ada alternatif untuk penggunaan bahan lainnya. 


Evaluasi Bahan Baru yang Akan Digunakan 

Evaluasi  terhadap  bahan  baru  yang  termasuk  dalam  daftar  bahan yang diizinkan untuk digunakan harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Dalam  melakukan  evaluasi  terhadap  bahan  baru  yang  digunakan sebagai  bahan tambahan  pangan  dan  bahan  penolong  pada  proses  produksi  produk  organik  maka bahan tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Bahan Baru hanya digunakan jika ada pernyataan bahwa tanpa penggunaan bahan tersebut  tidak mungkin untuk
  • melakukan proses produksi atau pengawetan produk (untuk bahan tambahan pangan)
  • melakukan proses produksi (untuk bahan penolong); 
2. Bahan  tersebut  berasal  dari  alam  dan  dapat  diproses  secara  mekanik/fisik (contoh:ekstraksi,  pengendapan),  biologi/mikrobiologi/enzimatis  (contoh: fermentasi); 

3. Jika bahan tersebut seperti disebutkan pada butir 1) dan 2) tidak dapat dihasilkan dengan menggunakan metode dan teknologi tertentu dalam jumlah yang cukup maka  bahan  penyusun  yang  berasal  dari  bahan  kimia  dapat  dipertimbangan untuk digunakan sebagai pengecualian. Bahan kimia tersebut sedapat mungkin berstatus Umum Dikenal Aman (Generally Recognized As Safe/GRAS); 

4. Penggunaan bahan tersebut dapat memelihara keaslian produk; 

5. Tidak ada penipuan mengenai keaslian, komposisi bahan dan mutu produk; 

6. Penggunaan bahan baru tidak mengurangi mutu produk secara keseluruhan 
atau menutupi mutu bahan baku yang buruk atau penanganan yang salah. 

7. Penggunan bahan tambahan tersebut memenuhi ketentuan yang berlaku tentang bahan tambahan pangan

Inspeksi Pangan Organik 

Metoda Inspeksi pangan organik dapat dilakukan melalui cara:

  1. Wawancara terhadap berbagai pihak yang bersangkutan dengan sistem produksi dan administrasi pangan organik. Sebagai alat bantu digunakan kuisioner yang  mengacu ke persyaratan standar. 
  2. Pengamatan  secara  langsung  terhadap  lahan,  tanaman/hewan  organik,  metode  dan peralatan yang digunakan. 
  3. Penelusuran rekaman (track record/ audit trail) terhadap ketelusuran dan kesesuaian antara  rekaman  pangan  organik  yang  diproduksi,  input  yang  digunakan,  jumlah  dan masa  tanaman/hewan  yang  diproduksi  serta  tindakan,  pemeliharaan yang  telah dilakukan. 
  4. Pengambilan  contoh  (sampling)  terhadap  bahan,  tanaman,  lahan  yang  diduga terkontaminasi/  mengandung  bahan  yang  dilarang  dalam  produksi  pangan  organik untuk dilakukan pengujian laboratorium. 
  5. Penggunaan metode inspeksi yang dipilih tergantung dari situasiyang dihadapi, namun tidak menutup kemungkinan saling dikombinasikan. 

Tinjauan dokumen sebelum inspeksi 

Sebelum  dilakukan  inspeksi,  lembaga  sertifikasi  pangan  organik  harus  mempunyai prosedur  melakukan  tinjauan  dokumen  untuk  memverifikasi  data  dan  dokumen  yang diberikan oleh pemohon terhadap pemenuhan persyaratan dalam standar ini.

Dokumen yang diverifikasi antara lain meliputi:

  1. Aplikasi permohonan dan kuisioner permohonan awal yang telah diisi pemohon 
  2. Sistem Manajemen Produksi Pangan Organik atau Organic Control Point System 
  3. Sejarah/riwayat lahan dan peta lahan atau proses produksi
  4. Peta fasilitas dan jenis peralatan yang digunakan 
  5. Jenis  dan  dosis  input  yang  digunakan  seperti  pupuk,  pestisida,  antibiotika  dan bahan kemasan yang digunakan 
  6. Bagan alir proses produksi dan/atau proses pascapanen 
  7. Program pergiliran/rotasi tanaman 
  8. Data dan jenis produksi yang telah dilakukan.


Logo Organik 

Logo organik adalah sebagai berikut:

a.  Bentuk, Warna dan Ukuran Logo Produk Organik
Bentuk logo produk organik dinyatakan dengan gambar “lingkaran”, yang terdiri dari dua bagian bertuliskan “Organik Indonesia” disertai satu gambar daun di dalamnya yang menempel pada huruf “G” berbentuk bintil akar.

b.  Makna
1)  Identitas nasional
a)  Bintil akar jumlah lima, dasar 5 sila Pancasila.
b)  Warna merah dan putih lambang bendera Indonesia.

2)  Sistem pangan organik
a)  Lingkaran  menggambarkan  sistem  pangan  organik  yang
berkesinambungan.
b)  Dua warna dominan bermakna bahwa organik hemat. 




Regulasi Keamanan Pangan pada Industri Pangan - BPPOM - Bagian 01

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama 

I. Definisi 

Bab 1/pasal 1 UU no.18 Tahun 2012

Undang undang no.18 Tahun 2012 (klik disini) 

  • Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, pertanian, pertenakan, perairan, air, baik yang mengalami pengolahan ataupun tidak yang nantinya diperuntukan untuk makanan dan minuman yang dikonsumsi bagi manusia, termasuk didalamnya bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses persiapan, pengolahan/proses produksi/pembuatan makanan atau minuman
  • Pangan Segar adalah Pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan Pangan. 
  • Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan 
  • Rekayasa Genetik Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul.
  • Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi Pangan. 
  • Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. 
  • Produksi Pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau mengubah bentuk Pangan.
II. Keamanan Pangan 

Keamanan Pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran bilogis, kimia, atau benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya di masyarakat sehingga aman dikonsumsi 

Kemanan Pangan merupakan upaya yang diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi. 

Aspek Kemanan Pangan dibagi menjadi dua 
  • Pencegahan dari cemaran biologis, kimia dan benda lain
  • Kemanan Pangan yang dikarenakan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya

Penyelenggaraan Keamanan Pangan dilakukan melalui :
  • Sanitasi Pangan
  • Pengaturan penggunaan bahan tambahan Pangan
  • Pengaturan terhadap Pangan Produk Rekayasa Genetik
  • Pengaturan terhadap Iradiasi Pangan
  • Penetapan standar Kemasan Pangan
  • Pemberian jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan
  • Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan
Untuk mencapai penyelenggaraan keamanan pangan diperlukan : 

Pembinaan, pengawasan, penanganan kejadian luar biasa, atau penanganan yang cepat terhadap kedaruratan keamanan pangan dan adanya peran serta masyarakat (kepedulian masyarakat) 

Masalah Utama Keamanan Pangan "Cemaran Pangan"  

1. Cemaran Pangan 

Cemaran pangan adalah bahan yang tidak sengaja ada atau tidak dikehendaki berada dalam pangan , yang berasal dari lingkungan atau akibat dari proses disepanjang rantai pangan, baik itu berupa cemaran fisik (cemaran benda lain), cemaran kimia (logam berat dan bahan kimia berbahaya, nikotoksin, zat radio aktive), atau cemaran bilogis (mikrobiologis berupa bakteri jahat) Batasannya ditentukan berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dimana batasan maksimumnya dibatasi sesuai dengan regulasi yang ada. 
  • Cemaran kimia adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari unsur/senyawa kimia yang dapat merugikan dan membahayakan/merugikan kesehatan manusia. Cemaran kimia diakibatkan oleh kondisi lingkungan kotor dan bahan kimia yang tertinggal di peralatan) Regulasinya diatur bedasarkan jenis pangan yang beresiko Cemaran Kimia berupa (1) Cemaran logam berat, (2) Cemaran Bahan Kimia Berbahaya (mikotoksin, dioksin, 3MCPD, PAH, (3) Cemaran Radio Aktive 
  • Cemaran Mikroba/mikrobiologi dapat terjadi akibat rendahnya kondisi higiene dan sanitasi peralatan) Regulasi cemaran mikroba mengatur didalamnya berdasarkan katogori pangan, jenis pangan, jenis mikroba yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan, batas maksimumnya dan metode yang dipergunakan dalam penetapan cemaran mikroba tertentu.
  • Cemaran Benda Lain, seperti serpihan plastik, kotoran, helai rambut, serpihan logam. serpihan kayu, 
2. Pengunaan BTP (Bahan Tambahan Pangan) 
Bahan Tambahan Pangan sebenarnya diperbolehkan hanya saja dalam penggunaannya melebihi batas maksimum yang diijinkan.

3. Pemakaian Bahan berbahaya yg dilarang untuk pangan, 
Bahan sikotropika, bahan yang berasal dari hewan/tumbuhan yang dilindungi, bahan yang berasal dari sumber hayati yang dilarang dalam pangan olahan (tanaman, hewan, jamur, ganggang,dll) 
  • ada 165 bahan baku pangan yang dilarang dalam pangan olahan. 
  • ada 35 senyawa yang dilarang yang ditambahkan dalam pangan 
4. Isu lainya yang terkait 
  • Pengunaan bahan penolong, kemasangan pangan, 
  • Bahan lain yang dilarang digunakan sebagai BTP 


Regulasi Cemaran dan Bahan Berbahaya dalam Pangan Olahan 

1. Regulasi BPOM no.05 tahun 2018 (klik disini) 
  • Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan  
2. Regulasi BPOM no.08 tahun 2018 (klik disini) 
  • Batas Maksimum Cemaran Bahan Kimia dalam Pangan Olahan
3. Regualsi Menteri Kesehatan No.1031 tahun 2011 (klik disini)

  • Batas Maksimum Cemaran Radioaktif Pangan 
4. Regulasi Kepala BPOM no.13 tahun 2019 (klik disini) 
  • Batas  Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan
5. Regualsi BPOM no.7 tahun 2018 (klik disini) 
  • Bahan Baku yang dilarang dalam Pangan Olahan 

Jaminan Keamanan dan Mutu Pangan 

Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Pemenuhan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan dilakukan melalui penerapan sistem jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Pemerintah dan/atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh Pemerintah dapat memberikan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan. Pelaku Usaha Pangan wajib memiliki izin edar. 

Setiap Orang dilarang memperdagangkan Pangan yang tidak sesuai dengan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan yang tercantum dalam label Kemasan Pangan. 

Pangan tercemar adalah 
  • Mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; 
  • Mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; 
  • Mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan; 
  • Mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai; 
  • Pangan yang diproduksi dengan cara yang dilarang
  • Pangan yang sudah kedaluwarsa

Jaminan Produk Halal 
  • Penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap penerapan sistem jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan terhadap Pangan. 
  • Untuk masalah kehalalan ini BPPOM akan fokus kemasalah "Toyib" , dengan mencermati komponen yang dipangan tersebut apa saja, sehingga dari situ kita tahu komponen makanan mana yang baik untuk layak dikonsumsi. Dalam komponen pangan tersebut ada bahan pangan, bahan tambahan pangan dan bahan lain (bahan penolong) diatur dalam peraturan BPOM 

Regulasi Peraturan Pemerintah Terkait Kemanan Pangan 

III. Komponen Pangan 

Dengan adanya komponen pangan ini kita menjadi paham apakah pangan olahan tersebut layak dikonsumsi atau tidak, kita dapat membedakan mana yang merupakan komponen baik untuk dikonsumsi tubuh.  

Di dalam Komponen Pangan dibedakan menjadi tiga yakni : 
  • Bahan Baku Pangan
  • Bahan Tambahan Pangan 
  • Bahan Lain (Bahan Penolong) 
III.1. Bahan Baku Pangan 

Regulasi Pemerintah mengenai Bahan Baku 

Regulasi no.07 / 2018 - Bahan Baku dilarang dalam Pangan (klik disini) 

Dalam regulasi ini telah ditetapkan negatif list (bahan baku yang dilarang digunakan dalam pangan) antara lain ada : 
  • Nikotin, Narkotika, Psikotropika 
  • Tumbuhan/hewan satwa yang dilindungi 
  • 165 bahan yang berasal dari sumber hayati yang dilarang dalam pangan olahan (tanaman, hewan, jamur, ganggang, dll)
  • 35 senyawa yang dilarang ditambahkan dalam pangan olahan (hiperisin, kalium bromat, kalium klorat, kloramfenikol, kuasin, nitrofurazon, nitrobenzen, minyak nabati yang di brominasi, metil sulfonil metan, kumarin, paraformaldehida, phaseolamin, safrol, sinamil antranitrat, sartein, teukrin A, tufon) 
III.2a. Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan tambahan yang ditambahkan dalam pangan olahan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan, dengan tujuan tertentu yakni : 
  • membentuk pangan dan mengawetkan pangan 
  • memberikan warna dan memperbaiki tekstur
  • meningkatkan kualitas pangan, cita rasa, dan stabilitas
masih ada tujuan lainnya yang memang sengaja ditambahkan didalam pangan (dalam prosese produksinya) untuk mendapatkan manfaat sesuai tujuan menambahkannya. Secara spesifikasinya BTP ini sudah dibuatkan juga regulasinya oleh BPOM. 

Ada 27 Golongan Bahan Tambahan Pangan 
  • (1) Anti Buih, (2) Anti Kepal, (3) Anti Oksidan, (4) Bahan Pengkarbonasi, (5)  Garam Pengemulsi, (6) Gas untuk kemasan (7) Humektan, menjaga kelembaban pangan, (8) Pelapis/glazing agent, (9) Pemanis natural/buatan, (10) pembawa, carier 
  • (11) Pembentuk Gel, (12) Pembuih/foaming agent, (13) pengatur keasaman (14) Pengawet, (15) Pengembang, (16) Pengemulsi, (17) Pengental (18) Pengeras/firming agent, (19) Penguat rasa/Flavor (20) Peningkat volume 
  • (21) Penstabil/stabilizer (22) Perentensi warna (23) Perlakuan tepung (24) Pewarna alami/sintetis (25) Propellan, gas mendorong pangan keluar (26) Sekuestran, mengikat ion logam (27) Perisa (dibahas diperaturan lain tersendiri) 
BTP ditambahkan memiliki fungsi teknologi yang memberikan manfaat kepada proses produksi pangan. BTP ini diperbolehkan pengunaannya namun ada batasan maksimum pengunaannya (biasanya pengunaannya lebih sedikit dari bahan baku utama). 

Didalam pengunaan di industri /UMKM tidak menutup kemungkinan juga akan mengunakan bahan tambahan pangan campuran (BTP Campuran)

Pembatasan pengunaan maksimum BTP dibagi menjadi 
  • Pembatasan Numerik (dalam jumlah tertentu dalam angka), komposisi maksimal BTP yang diijinkan pada pangan dalam satuan angka tertentu yang ditetapkan, contoh batasan maksimum BTP Pengawet Natrium Sorbat 1000 mg/kg (penetapan angka numerik dalam peraturan BPOM berdasarkan kajian yang telah dilakukan dan disesuaikan dengan batas aman yang baik)
  • Pembatasan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), BTP yang ditambahkan dengan konsentrasi secukupnya untuk ditambahkan ke dalam pangan untuk mendapatkan efek teknologi yang diinginkan. Jika ditambahkan berlebih atau kurang maka tidak akan mendatangkan manfaatnya. Contohnya dalam Batas Maksimum BTP penguat rasa (penambahan rasa asin dan asam disesuaikan dengan manfaat yang ingin didapatkan) 
Tahapan melihat tabel Regulasi BPOM no.11/2019 (BTP) : 
1. Nama Jenis BTP yang dimaksud => BTP Pewarna
2. Kemudian dilihat "nama kategori pangan" 
3. Baru dilihat batas maksimal pengunannya (dalam satuan tertentu mg/kg) 

Penakaran BTP yang Benar (tidak kurang/lebih dalam menimbang)
  • menggunakan timbangan analitik/digital dengan (satuan kecil dengan 3 digit angka dibelakang koma) 
  • sendok takar BTP untuk variant bubuk (jika tidak memungkinkan menggunakan timbangan analitik yang harganya mahal yang tidak dijangkau pembeliannya oleh UMKM) => bisa ditanya ke BPOM sendok takar pengawet/pewarna (bubuk) untuk bobot BTP hingga 1,25 gram 

III.2b. Bahan Tambahan Pangan Ikutan (Carry Over) 

BTP Ikutan (Carry Over) adalah, BTP yang berasal dari bahan baku (baik yang dicampurkan maupun yang dikemas secara terpisah), tetapi masih merupakan satu kesatuan produk, atau BTP tersebut terbawa dari bahan baku/ terbawa dari BTP lainnya/ terbawa dari bahan Perisa, dimana keberadaan BTP ikutan tersebut tidak memiliki fungsi teknologi.  

Contohnya dalam kemasan Nuget Ayam  
komposisi : Daging ayam, tepung roti (pewarna kuning FCF CL 15985), tepung terigu, air, garam, bumbu, penguat rasa mononatrium glutamat, pengemulsi fosfat. 
Disini dapat dilihat ada BTP Ikutan (carry over) yang tidak ditambahkan langsung tetapi terbawa /terikur dari bahan baku tepung roti, yang tidak mempengaruhi fungsi teknologi yang diinginkan

Penambahan BTP ikutan ini pun harus diatur batasan maksimumnya dan pelabelannya tetap dilakukan penulisan BTP ikutan ini dalam komposisi bahan dengan penulisan didalam kurung seperti contoh diatas BTP ikutannya adalah pewarna kuning dalam tepung roti. 

III.2c. Bahan Tambahan Pangan - Perisa 

BTP Perisa adalah, Bahan tambahan Pangan yang mempunyai sifat flavour (penambah cita rasa) diatur tersendiri dalam regulasi BPOM (terlampir). Pengunaan perisa (flavor) ini sangatlah dinamis, pemanfaatan dari bahan alami, bahan dari kimia spesific dari perisa itu sendiri, dan terus berkembang secara terus menerus, oleh karena itu peraturan ini sangatlah dinamis dan masih dilakukan kajian lainnya (sehingga regulasinya perubahaannya nanti akan mengikuti, untuk menambah jenis senyawa perisa dalam peraturan BPOM)

Jenis Perisa (flavor) ini dibedakan berdasarkan asal dari perisa tersebut 
  • senyawa perisa, senyawa kimia tertentu yang mempunyai sifat flavor 
  • senyawa perisa alami, diperoleh melalui proses fisik, mikrobiologis, atau enzimatis dari buah, tumbuhan atau hewan
  • senyawa perisa identik alami, diperoleh melalui sintesis, atau melalui proses kimia dari bahan baku aromatik alami dan secara kimia identik dengan senyawa yang ada dalam produk alami
  • senyawa perisa artifisial, senyawa perisa yang diperoleh secara kimia, yang belum terindetiikasi dalam produk alami
Ada 2000 senyawa perisa yang dibatasi pengunaannya secara CPPB kecuali jika berfungsi sebagai pelarut / pengekstraksi diluar yang telah ditetapkan harus ada izin kusus. 

Preparasi perisa : dari bahan pangan tumbuhan/hewan yang diperoleh secara langsung, atau setelah melalui proses yang diberi perlakuan fisik, mikrobiologis, enzimatis untuk menghasilkan flavor 

III.2d. Bahan Tambahan Pangan - Campuran

BTP campuran adalah BTP yang mengandung dua atau lebih jenis BTP baik dari golongan BTP yang sama atau pun berbeda dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan).

Produsen pangan sangat berkembang dan melakukan banyak inovasi, memungkinkan akan menambahkan BTP campuran (lebih dari satu BTP), tetapi dalam pencampurannya tetap diatu, bagaimana menentukan batasan maksimum, dan cara menakarnya. Ada bebera BTP yang tidak diijinkan untuk saling dicampurkan

Bahan Tambahan Pangan Campuran 
  • Spesifikasi bahannya harus disesuaikan dengan bahan penyusunnya dan harus sesuai dengan persyaratan BPOM atau badan lembaga pangan lainnya (SNI, JECFA) 
  • Memenuhi persyaratan campuran
  • BTP pencampuran pewarna dibuktikan dengan analisis kualitatif
  • BTP pencampuran pemanis memiliki peraturan tersendiri
  • Dilarang menggunakan pencampuran antar senyawa tertentu 
  • Mencantumkan tulisan BTP campuran pada label
  • Mencantumkan takaran pengunaan (dalam produk pangan)
  • Mencantumkan nama golongan BTP yang mempunyai fungsi utama 

Peran Pemerintah 

Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan Pangan yang belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan untuk diedarkan. Pemeriksaan keamanan bahan tambahan sebagaimana  dilakukan untuk mendapatkan izin peredaran.

Dalam Proses Produksi Pangan untuk dilarang diedarkan menggunakan: 
  • bahan tambahan Pangan yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; dan/atau 
  • bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan Pangan. 
Ketentuan mengenai ambang batas maksimal dan bahan yang dilarang sebagaimana dimaksud diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 

Regulasi terkait dengan penambahan Bahan Tambahan Pangan 
  • PP no.69 tahun 1999 - Label Iklan Pangan (Bahan Baku, BTP, dan bahan lain) (klik disini) 
  • BPOM no. 11 / 2019 - Bahan Tambahan Pangan (klik disini) dalam regulasi ini ada 27 Golongan Bahan Tambahan Pangan yang diijinkan 
  • BPOM no.8 Tahun 2016 - Persyaratan Bahan Tambahan Pangan campuran (klik disini) 

BPOM memfasilitasi masyarakat dengan Aplikasi 

Aplikasi  AYO CEK BTP (klik disini) 

Aplikasi ini untuk mempermudah masyarakat melakukan pengecekan BTP yang mereka gunakan. Aplikasi web yang diperuntukan bagi pengawas pangan, produsen pangan, konsumen agar lebih memudahkan mengakses ketentuan batas maksimum pengunaan bahan tambahan pangan (BTP) sesuai dengan 26 peraturan kepala Badan POM tentang batasan pengunaan BTP (bisa di download dari android juga) 

Peran BPOM dalam Pengunaan BTP diluar yang telah ditentukan. 

Perkembangan industri pangan juga semakin berkembang, sehingga akan ada BTP yang belum dituliskan batasan penggunaannya. Oleh karena itu BPOM sendiri pun telah memberikan fasilitas kepada produsen makanan untuk melakukan pengajuan tertulis untuk melakukan ijin pengunaan BTP 

Setelahnya BPOM nantinya akan dilakukan pengkajian bersama para pakarnya untuk nantinya merekomendasikan/tidak pengunaan BTP yang diajukan tadi. 

Apabila Jenis dan Pengunaan BTP yang belum diijinkan BPOM 
  • Boleh digunakan setelah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari kepala BPOM 
  • Untuk menduplikasi persetujuan tersebut pemohon harus mengajuakan permohonan tertulis kepada Kepala Badan disertai kelengkapan dokumen (formulir yang tercantum dalam lampiran VII perBPOM no.11/2019) 
  • Keputusan persetujuan atau penolakan dari Kepala Badan diberikan paling lambat 85 (delapan puluh lima) hari, sejak diterimanya surat permohonan yang lengkap



Pengunaan Perisa dalam Pangan  



Bab VII/Pasal 73 UU no.18 Tahun 2012


Pangan Produk Genetik 

Bab VII/Pasal 77 UU no.18 Tahun 2012

Setiap Orang dilarang memproduksi Pangan yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan. Setiap Orang yang melakukan kegiatan atau proses Produksi Pangan dilarang menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan yang belum mendapatkan persetujuan Keamanan Pangan sebelum diedarkan. Persetujuan Keamanan Pangan sebagaimana dimaksud diberikan oleh Pemerintah.

Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan metode Rekayasa Genetik Pangan dalam kegiatan atau proses Produksi Pangan, serta menetapkan persyaratan bagi pengujian Pangan yang dihasilkan dari Rekayasa Genetik Pangan. 

Proses Iradiasi Pangan  

Bab VII/ Pasal 80-81  UU no.18 Tahun 2012

Iradiasi Pangan dapat dilakukan dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator. Iradiasi Pangan sebagaimana dimaksud dilakukan untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan untuk membebaskan Pangan dari jasad renik patogen, serta mencegah pertumbuhan tunas. Iradiasi Pangan sebagaimana dimaksud dilakukan berdasarkan izin Pemerintah.

Izin Pemerintah diberikan setelah memenuhi:
persyaratan kesehatan; b. prinsip pengolahan; c. dosis; d. teknik dan peralatan; e. penanganan limbah dan penanggulangan bahaya zat radioaktif; f. keselamatan kerja; dan g. kelestarian lingkungan.

Pengemasan Pangan 

Bab VII/ Pasal 82-83  UU no.18 Tahun 2012

Kemasan Pangan berfungsi untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, melindungi produk dari kotoran, dan membebaskan Pangan dari jasad renik patogen. Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan dalam kemasan wajib menggunakan bahan Kemasan Pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia. Setiap Orang yang melakukan Produksi Pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai Kemasan Pangan yang dapat melepaskan cemaran yang membahayakan kesehatan manusia. Pengemasan Pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan/atau pencemaran. (3) Ketentuan mengenai Kemasan Pangan, tata cara pengemasan Pangan, dan bahan yang dilarang digunakan sebagai Kemasan Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah

Label Pangan 

Bab VIII/ Pasal 96-97  UU no.18 Tahun 2012

Pemberian label Pangan bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk Pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengonsumsi Pangan. (2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan asal, keamanan, mutu, kandungan Gizi, dan keterangan lain yang diperlukan. Pasal 97 (1) Setiap Orang yang memproduksi Pangan di dalam negeri untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan. (2) Setiap Orang yang mengimpor pangan untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan pada saat memasuki wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (3) Pencantuman label di dalam dan/atau pada Kemasan Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia serta memuat paling sedikit keterangan mengenai: 

nama produk; b. daftar bahan yang digunakan; c. berat bersih atau isi bersih; d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau mengimpor; e. halal bagi yang dipersyaratkan; f. tanggal dan kode produksi; g. tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa; h. nomor izin edar bagi Pangan Olahan; dan i. asal usul bahan Pangan tertentu.

 Setiap Orang yang menyatakan dalam label bahwa Pangan yang diperdagangkan adalah halal sesuai dengan yang dipersyaratkan bertanggung jawab atas kebenarannya. (2) Setiap Orang yang menyatakan dalam label bahwa Pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan klaim tertentu bertanggung jawab atas kebenaran klaim tersebut. (3) Label tentang Pangan Olahan tertentu yang diperdagangkan wajib memuat keterangan tentang peruntukan, cara penggunaan, dan/atau keterangan lain yang perlu diketahui mengenai dampak Pangan terhadap kesehatan manusia.