Pengikut

Kamis, 17 Desember 2020

Pedoman Pemenuhan Kriteria Sistem Jaminan Halal - Rumah Potong Hewan

Rumah Potong Hewan (RPH) adalah salah satu unit usaha yang sangat penting penting dalam menjaga kehalalan pangan yang beredar di masyarakat. Pada RPH terdapat salah satu tahapan yang cukup kritis dari segi kehalalan, yakni proses penyembelihan hewan. Pada proses itu nantinya akan menentukan kehalalan dari bagian lain dari daging (lemak, tulang, jeroan, kulit, dll)

Dalam perkembangan teknologi akhirnya terdapat RPH yang yang memanfaatkan peralatan modern untuk penyembelihan hewan. Hal ini menimbulkan tata cara penyembelihan dan penanganan yang terkait dengan kesesuaian pelaksanaan penyembelihan dengan hukum islam.

Masa berlaku sertifikat halal untuk RPH juga 2 tahun, Tetapi untuk menjaga konsistensi RPH selama masa berlakunya Sertifikat Halal, maka LPPOM MUI menerapkan sebuah Sistem Jaminan Halal bagi RPH pemegang sertifikat halal. Sistem Jaminan Halal harus dituliskan dalam suatu manual yang dapat diterapkan secara independen atau dapat terintegrasi dengan sistem lain. Penerapan Sistem Jaminan Halal (HAS 23000) inilah yang dapat memberikan jaminan kesinambungan proses produksi halal. 



Pedoman kriteria Sistem Jaminan Halal (HAS 23000) untuk RPH :
  1. Perusahaan RPH menyusun dan menerapkan Sistem Jaminan Halal
  2. Lembaga sertifikasi halal yang mempersyaratkan Sistem Jaminan Halal dalam proses sertifikasi halal
  3. Departemen atau institusi teknis terkait dalam melakukan proses perijinan pendirian RPH halal
  4. Pemangku kepentingan halal lainnya (seperti masyarakat umum)
  5. Dokumen tersebut menjelaskan tujuan utama penerapan Sistem Jaminan Halal dan prinsip prinsipnya. 

Tujuan penerapan Sistem Jaminan Halal (HAS 23000) 

Menjamin kehalalan suatu produk agar dapat menyempurnakan kewajiban kaum muslimin untuk mengkonsumsi produk halal, dengan memelihara satu kewajiban syari maka hikmahnya muslim akan terpelihara kesucian agamanya, akal, jiwa dan hartanya. 

Prinsip SJH (HAS 23000) 
  • Jujur, perusahan harus jujur dalam menjelaskan semua bahan yang dipergunakan dan semua proses yang dijalani untuk menghasilkan suatu produk yang akan disertifikasi halal. Melakukan operasional produksi sehari hari (dari penerimaan bahan hingga menghasilkan produk jadi), berdasarkan apa yang telah di tulis dimanual SJH. 
  • Kepercayaan, suatu kondisi yang diberikan kepada perusahaan oleh LPPOM MUI, untuk menyusun, menetapkan, menerapkan, dan memelihara sendri SJH yang disesuaikan dengan kondisi internal perusahaan. Hubungan saling percaya antara LPPOM MUI dengan perusahaan. 
  • Keterlibatan partisipatif, perusahaan melibatkan personal dalam jajaran manajemen dan staf untuk memelihara pelaksanaan SJH.
  • Absolut,  semua bahan dan fasilitas yang dipergunakan dalam suatu proses produksi harus dipastikan kehalalannya / tidak adanya kontaminasi dengan produk haram/najis. 

HAS 23000 : Persyaratan Sertifikasi Halal (11 kriteria HAS 23000) 
(klik disini

HAS 23303 : Pedoman Penyusunan Manual SJH untuk RPH

Definisi Umum : 
  • Sistem Jaminan Halal : sistem management terintegrasi yang disusun, ditetapkan dan dipelihara untuk mengatur bahanproses produksi, produk, sumber daya manusia. dan prosedur dalam rangka menjaga proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI.
  • Sertifikat Halal : fatwa tertulis yang dikeluarkan LPPOM MUI, melalui hasil keputusan sidang komisi fatwa yang menyatakan bahwa produk tersebut adalah halal berdasarkan proses audit yang telah dilakukan LPPOM MUI.
  • Rumah Potong Hewan : Kompleks bangunan dengan desain, dan konruksi khusus,  yang memenuhi persyaratan teknis dan hygine, serta digunakan sebagai sebagai tempat pemotong hewan dan termasuk unggas.
  • Fasilitas : semua fasilitas yang digunakan untuk menghasilkan produk,baik milik perusahaan sendiri atau nyewa. Fasilitas ini mencangkup semua fasilitas yang digunakan dalam proses produksi (dari sejak penyimpanan hewan, proses penyembelihan, debonding hingga penyimpanan produk. 
  • Aktivitas kritis : beberapa aktivitas  yang mempengaruhi kehalalan suatu produk.
  • Hewan Potong halal : hewan yang dagingnya lazim dan layak untuk dimakan manusia. seperti sapi, kerbau, banteng, kuda, kambing, domba, unta, burung unta, dan unggas (ayam, bebek, kalkun, dll).
  • Supervisor halal di RPH : petugas yang menjadi pegawai tetap di RPH yang bertanggung jawab serta melakukan pengawasan terhadap proses yang mempengaruhi status kehalalan produk hewan yang dihasilkan.
  • Produk Halal RPH : produk hasil sembelihan hewan, seperti daging, karkas, jeroan, kulit/bulu, yang memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
  • Produk non halal RPH : produk hasil sembelihan hewan seperti daging, karkas, jeroan, kulit/bulu yang tidak memenuhi persyaratan penyembelihan halal. Tidak memenuhi persyaratan halal jika ada hewan mati sebelum disembelih, penyembelihan tidak memutus tiga saluran, penyembelihan menyebabkan leher/kepala dengan badan terpoong, penyembelihan dari arah belakang leher. 

Definisi Tahapan Penyembelihan : 
  • Stuning : suatu cara untuk melemahkan hewan melalui pemingsanan sebelum pelaksanaan penyembelihan, agar pada saat disembelih hewan tidak banyak bergerak.
  • Penyembelihan hewan : kegiatan mematikan hewan hingga mati sempurna, dengan cara menyembelih yang mengacu kepada kaidah kesejahteraan hewan  dan syariah agama islam. Syarat penyembelihan yang dipersyaratkan syariat islam (1) terpotongnya tiga saluran yang menghubungkan kepala dengan badan yakni (a) saluran hulqum/saluran pernapasan, tempat lewatnya udara ke paru paru, (b) saluran mari'/kerongkongan, saluran tempat lewatnya makanan dan minuman, (c) dua wadaj/saluran vena dan arteri, saluran tempat lewatnya darah (2) darah hewan yang dipotong berwarna merah ini menandakan hewannya sehat, (3) darah mengalir deras saat disembelih. 
  • Pemotongan Hewan : kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang terdiri dari pemeriksaan ante mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem. 
  • Pemeriksaan anti mortem : Pemeriksaan kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang.
  • Pemeriksaan post mortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan, karkas setelah disembelih, yang dilakukan oleh petugas berwenang. 
  • Karkas : bagian dari tubuh hewan sehat yang disembelih secara halal, dikuliti dan dikeluarkan jeroannya, dipisahkan dari kepala dan kaki, mulai dari tarsus/karpus bawah, organ reproduksi, ekor serta lemak.
  • Daging : Bagian dari Otot skeletal karkas, aman dan layak dikonsumsi oleh manusia. terdiri dari potongan daging bertulang dan daging tanpa tulang.
  • Jeroan (edible offal) : isi rongga perut dan rongga dada dari hewan sehat yang disembelih secara halal. Sehingga aman, lazim dan layak dikonsumsi.
  • Penanganan : proses yang dilakukan terhadap hewan yang setelah disembelih, meliputi pemotongan kepala, pengeluaran jeroan, pengulitan, pemotongan kaki bagian bawah, pembelahan karkas, pencucian, pelayunan (chilling room), pemisahan daging dan tulang (deboning), dan pengemasan.

11 Kriteria SJH (HAS 23000) 

11 Kriteria SJH (HAS 23000) yang harus dipenuhi RPH :
  1. Kebijakan Halal 
  2. Tim Manajemen Halal 
  3. Pelatihan 
  4. Bahan 
  5. Produk 
  6. Fasilitas Produksi 
  7. Prosedur tertulis untuk aktivitas kritis
  8. Kemampuan telusur
  9. Penanganan produk tidak memenuhi kreteria
  10. Audit Internal
  11. Kaji Ulang Manajemen. 

1. Kebijakan Halal 
  • Pemilik RPH (manajemen puncak) harus menetapkan kebijakan halal secara tertulis untuk menunjukan komitmen RPH untuk memproduksi daging halal secara konsisten serta menjadi dasar bagi penyusunan dan implementasi manual SJH
  • Pemilik RPH (manajemen puncak) harus mensosialisasikan kebijakan halal kepada pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan, sosialisasi kebijakan halal tersebut juga harus dilakukan untuk perusahaan lain yang mengerjakan sebagian tahapan proses dari rantai produksi dan distribusi pengadaan daging dan produk samping (misal cutting meat plant/independent boning room. 

2. Tim Manajemen Halal 
  • Tim manajemen halal ditentukan manajemen puncak (pemilik RPH) melalui penunjukan tertulis. Tim manajemen halal ini memiliki kewenangan untuk menyusun, mengelola, dan mengevaluasi sistem jaminan halal. 
  • Tim manajemen halal harus memiliki tugas dan wewenang yang jelas, tim manajemen halal mencangkup semua bagian yang terlibat pada aktivitas kritis 
  • Manajemen puncak harus menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk penyusunan, penerapan, dan perbaikan berkelanjutan Sistem Jaminan Halal. Sumber daya manusia yang diperlukan adalah (1) petugas penyembelih, (2) petugas pemingsanan, (3) petugas supervisor halal.
  • Didalam tim manajemen halal RPH memiliki petugas penyembelih, petugas penyembelih haruslah beragama islam, yang harus memiliki kartu identitas sebagai penyembelih jalal dari lembaga sertifikasi halal  yang diakui LPPOM MUI, atau lembaga yang mempunyai wewenang dalam sertifikasi halal. Jumlah petugas penyembelih harus memadai dengan jumlah hewan yang akan disembelih per hari (skala produksi) dalam satu ruang lingkup pemotongan. Setidaknya terdapat dua orang penyembelih dalam setiap lini penyembelihan. Contoh (1) untuk hewan berukuran kecil (kambing, domba) jika RPH menyembelih hewan 4000 ekor dalam satu lini maka setidaknya ada 3 (tiga) orang petugas penyembelih pada setiap lini penyembelihan. (2) untuk hewan berukuran besar (sapi, kerbau) maka jika RPH menyembelih lebih dari 150 ekor maka setidaknya ada 3 (tiga) orang petugas penyembelih.
  • Didalam tim manajemen halal RPH memiliki petugas pemingsanan, yang mempersyaratkan mengetahui tata cara pemingsanan hewan secara persyaratan halal, memiliki keahlian sebagai petugas pemingsanan (telah mengikuti pelatihan), catatan kesehatan yang baik.
  • Didalam tim manajemen halal RPH memiliki petugas supervisor halal, Adapun persyaratannya yakni beragama islam, telah baliq (dewasa 18 tahun), berbadan sehat jasmani rohani, memahami tata cara penyembelihan yang bersyariat islam, lulus pelatihan supirvisor halal yang dilakukan lebaga sertifikasi halal, jumlah supervisor harus memadai dan sesuai dengan jumlah hewan yang akan dipotong, setidaknya harus tersedia 1 (satu) orang supervisor halal. Tugas pokok supervisor halal adalah (1) memastikan proses pemingsanan supaya tidak menyebabkan kesakitan pada hewan ketika akan disembelih, hewan tidak cedera permanen atau malah hewan mati duluan sebelum disembelih, (2) memastikan bahwa proses penyembelihan memenuhi persyaratan halal, (3) memastikan hewan sudah mati sebelum dilakukan penanganan selanjutnya, (4) memastikan tidak adanya kontaminasi dari hewan non halal ketika disimpan dalam chiller (ruang pendingin), debonding room (ruang pelepasan tulang), dan cold storage (gudang produk akhir) serta pada saat pengiriman. 
3. Pelatihan 

Perusahan RPH harus memiliki prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan untuk semua personel yang terlibat dalam aktivitas kritis, termasuk pelatihan untuk karyawan baru. Pelatihan internal dan eksternal sebaiknya dilakukan minimal setahun sekali, bisa juha lebih sering untuk dilakukan. 

Pelaksanaan pelatihan harus mencangkup kreteria kelulusan untuk menjamin kompetensi personel, bukti pelaksanaan pelatihan harus dipelihara. Petugas pemingsanan, petugas penyembelih dan petugas supervisi seharusnya telah mengikuti pelatihan dilembaga sertifikasi halal yang telah diakui LPPOM MUI. 

4. Bahan 

Perusahan RPH yang akan mensertifikasi RPHnya sebaiknya memahami bahwa hewan yang disembelih merupakan hewan yang bileh dimakan. 
Hewan yang disembelih adalah hewan yang boleh dimakan (halal), pada dasarnya semua hewan yang ada di bumi adalah halal kecuali yang jelas jelas diharamkan di al quran dan hadist. Hewan yang diharamkan menurut islam : 
  • Babi dan turunannya (sampai babi hutan)
  • Anjing 
  • Keledai jinak
  • Binatang buas
  • Binatang bertaring dan berkuku tajam
  • Binatang hidup di dua alam
  • Binatang yang dilarang untuk membunuhnya
  • Binatang yang menjijikan
Hewan haram ini tidak dapat diterima menjadi hewan halal, walaupun dalam penyembelihan hewan haram sesuai syariat islam. 

Hewan halal adalah hewan yang harus dalam keadaan hidup ketika akan disembelih, Kondisi hewan harus memenuhi standar kesehatan hewan yang dibuktikan dengan hasil pemeriksaan ante mortem oleh pihak berwenang.

5. Produk

Produk dari RPH (daging hewan halal) yang telah melalui beberapa tahapan pra penyembelihan, pemingsanan, proses penyembelihan, penanganan dan penyimpanan, pengemasan, pelabelan,  sehingga menjadi produk yang siap dilakukan pengiriman/didistribusikan dengan memperhatikan armada transportasinya sehingga tidak ada kontaminasi silang terhadap produk. 

6. Fasilitas RPH bersertifikasi Halal 
  • Fasilitas RPH hanya dikhususkan untuk memproduksi daging hewan halal (tidak bercampur dengan pemotongan hewan yang haram).
  • Lokasi Fasilitas RPH harus terpisah secara nyata dari RPH/perternakan babi (hewan haram), yakni (1) lokasi RPH tidak 1 site dengan PRH/perternakan hewan haram, (2) lokasi RPH tidak bersebelahan dengan RPH/perternakan hewan haram, (3) lokasi RPH minimal jarak dengan radius 5 km dari RPH/ternak hewan haram, (4) tidak adanya kontamisi RPH dengan RPH/perternakan hewan haram. 
  • Fasilitas untuk tahapan proses debonding (pemisahan daging dan tulang) dilakukan diluar RPH yang akan disertifikasi (misal di unit penanganan daging) maka harus dapat dipastikan karkas hanya berasal dari RPH halal tidak diperbolehan melakukan proses debonding bersamaan dalam 1 site dengan hewan haram.
  • Fasilitas PRH harus dilengkapi dengan alat penyembelihan yang memenuhi persyaratan yakni (1) tajam, (2) bukan berasal dari kuku, gigi/taring, tulang, (3) ukuran pisau pemotong disesuaikan dengan hewan yang akan disembelih, (4) Pisau pemotong tidak di asah didepan hewan yang akan disembelih, (5) untuk alat penyembelih mekanis harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal. 
  • Fasilitas gudang penyimpanan produk tidak boleh dilakukan sharing fasility, meskipun produk telah dilakukan packaging yang baik, gudang penyimpanan harus benar benar terpisah. 

7. Prosedur tertulis Aktivitas Kritis 

Perusahaan RPH harus memiliki prosedur tertulis pelaksanaan aktivitas kritis, yang dapat dipergunakan sebagai acuan. Prosedur aktivitas kritis harus disosialisasikan kepada semua  pihak yang terlibat dalam aktivitas kritis tersebut. Bukti implementasinya disimpan dan dipelihara.


Aktivitas kritis (disesuaikan dengan kebutuhan bisnis) mencangkup : 
  • Pra penyembelihan
  • Pemingsanan
  • Proses penyembelihan
  • Penanganan dan penyimpanan
  • Pengemasan dan pelabelan
  • Transportasi 
Prosedur aktivitas kritis di evaluasi ke efektifannya setidaknya setahun sekali, Hasil evaluasi disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap aktivitas kritis. Tindakan koreksi diperlukan dan batas waktunya di tentukan. 

Kriteria aktivitas kritis kecukupan prosedur dijelaskan (klik disini)

8. Kemampuan Telusur 

Perusahan harus memiliki prosedur tertulis mengenai kemampuan telusur produk. Prosedur harus menjamin bahwa produk yang akan disertifikasi berasal dari hewan halal, dan fasilitas yang dipergunakan adalah fasilitas yang memenuhi persyaratan halal. 


9. Penanganan Produk ketidak sesuaian Kriteria

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menangani produk yang tidak memenuhi kriteria dan menggunakan fasilitas yang tidak memenuhi kriteria. Produk yang tidak memenuhi kriteria tidak dijual ke konsumen yang mempersyaratkan produk halal dan jika terlanjur dijual maka harus ditarik. Dokumen yang menangani penanganan produk tidak memenuhi kriteria harus dipelihara dengan baik.

10. Audit Internal

Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH. Audit internal dilakukan setidaknya enam bulan sekali dan dilaksanakan oleh auditor halal internal yang kompeten dan independen. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan sekali.

Internal audit dilakukan oleh seorang auditor halal internal yang kompeten dan independen. Hasil audit internal disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang diaudit. Hasil evaluasi dari temuan audit adalah tindakan koreksi dengan batas waktu yang telah ditentukan. 

Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI melalui laporan berkala tiap 6 bulan sekali. Bukti pelaksanaan audit internal dipelihara dengan baik. 

11. Kaji Ulang Manajemen

Manajemen Puncak atau wakilnya harus melakukan kaji ulang manajemen minimal satu kali dalam satu tahun, dengan tujuan untuk menilai efektifitas penerapan SJH dan merumuskan perbaikan berkelanjutan.

Hasil evaluasi harus disampaikan kepada pihak yang bertanggung jawab  untuk setiap aktivitas. Tindak lanjut penyelesaian hasil evaluasi harus menerapkan batas waktu. Kaji ulang manajemen yang membahas sistem jaminan halal dapat dijadikan satu dengan sistem lain bukti kaji ulang manajemen harus terpelihara. 

Manual Sistem Jaminan Halal 

Setiap perusahaan RPH yang mengajukan sertifikasi halal harus mengimplementasikan kriteria SJH (HAS 23000), yang semuanya dituangkan dalam bentuk manual SJH. 

Manual SJH dapat disusun, sebagai berikut : 
  • Manual SJH disusun sesuai dengan kebutuhan/keadaan perusahaan, dengan mengacu kepada persyaratan. 
  • Manual SJH harus mengikuti petunjuk penyusunan manual SJH
  • Pedoman penyusuan manual SJH merupakan panduan umum bagi karyawan. 
  • Manual SJH harus ditulis secara terpisah dengan sistem lain. sedangkan prosedur,intruksi kerja atau dokumen lainnya dapat diintegrasikan dengan sistem lain. 

Daftar RPH yang disetujui LPPOM MUI

Untuk RPH yang diluar negeri akan disertifikasi oleh lembaga srtifikasi halal yang diakui LPPOM MUI, dan harus dilakuan audit oleh LPPOM MUI pada awal sertifikasi dan setelahnya setiap tiga tahun sekali.

Jika telah memenuhi persyaratan maka RPH tersebut akan terdaftar sebagai RPH yang disetujui LPPOM MUI (List of LPPOM MUI Halal Approved Establishments/Slaughterhouses). Daftar inilah yang menjadi persyaratan untuk RPH yang akan memasarkan produknya ke Indonesia. 



Sistem Manajemen Halal - SNI 99001:2016 (1)

Materi Halal sebelumnya (klik disini)


SNI 99001:2016 (klik disini)

Materi Slide Sistem Manajemen Halal 99001:2016 (klik disini) 


Sinergi antara UU no 20 dan UU no.33 Tahun 2014 

  • Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Halal, sehingga diperlukan SNI (Standar Nasional Indonesia) tentang persyaratan Halal 
  • Pengujian Produk Halal, diperlukan laboratorium uji yang berkompeten, untuk melakukan pengujian terhadap produk, berdasarkan persyaratan kompetensi laboratorium SNI ISO/IEC 17025 
  • Sertifikasi Halal, diperlukan sistem sertifikasi halal untuk memberikan kepercayaan kepada umat, tentang kehalalan produk (SNI ISO/IEC 17021, SNI ISO 22000 dan SNI ISO/IEC 17065)  
  • Akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal, untuk memastikan kompetensi, independensi, dan imparsialitas pelaksanaan proses sertifikasi oleh lembaga Pemeriksa Halal (SNI ISO/IEC 17011) 
  • Sertifikasi Auditor Halal, untuk memastikan kompetensi Auditor yang bekerja untuk lembaga Pemeriksa Halal berdasarkan persyaratan kompetensi lembaga sertifikasi personel (SNI ISO/IEC 17024) 

SNI ISO/IEC 17025,  merupakan perpaduan antara persyaratan manajemen dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi. Penerapan standar ISO/IEC 17025 pada umumnya dihubungkan dengan proses akreditasi yang dilakukan oleh laboratorium untuk berbagai kepentingan

SNI ISO/IEC 17021,  adalah standar yang dibuat untuk menilai lembaga sertifikasi untuk memastikan bahwa mereka kompeten dan sesuai dengan semua jenis sistem manajemen. Organisasi-organisasi ini biasanya disebut Lembaga Sertifikasi (LS). ISO 17021 ini membantu agar Lembaga Sertifikasi tidak memihak dan bahwa hasil mereka konsisten.

SNI ISO/IEC 17065,  adalah standar yang menetapkan persyaratan yang harus diikuti untuk menjamin lembaga sertifikasi melaksanakan sistem sertifikasi pihak ketiga secara konsisten. Standar ini digunakan sebagai acuan bagi badan akreditasi dalam mempersyaratkan pengoperasia lembaga sertifikasi produk, proses dan jasa.

SNI ISO/IEC 17011,   sebagai persyaratan badan akreditasi, dipersyaratkan tentang kompetensi orang-orang yang mengoperasikan akreditasi berdasarkan level tanggung jawabnya atau tugas dan fungsinya.

SNI ISO/IEC 17024,   adalah mekanisme atau skema yang dapat menjadi rujukan bagi LSP agar dapat memberikan sertifikasi person secara terpercaya dan dapat diterima secara luas, bahkan mendapat pengakuan internasional.

Strategi Penyusunan Standar Lingkup Halal 

Dengan menyusun terlebih dahulu Standar Sistem Manajemen Halal untuk memastikan bahwa : 
  1. Produk Halal tetap halal dari awal sampai akhir
  2. Adanya tanggung jawab serta komitmen dari organisasi, produk halal yang dihasilkan adalah benar benar halal
  3. Produk yang terkontaminasi haram/najis, diharapkan selama penangannya tidak bercampur dengan produk halal. Produk yang terkontaminasi halal perlu metode pengujian 
  4. Produk yang berbasis daging yang pada dasarnya dari hewan halal, bisa menjadi tidak halal karena adanya perlakuan penyembelihan yang tidak sesuai syariat islam (perlu pengendalian - SNI penyembelihan halal)
  5. Menuju sistem manajemen yang terintegrasi 

Perkembangan Standar Halal di Indonesia 

Perbandingan Standar Halal 

1. Dokumen Standar Seri HAS 23000 dari LPPOM MUI 
  • HAS 23000:1, Persyaratan Sertifikasi (Kriteria Sistem Jaminan Halal)
  • HAS 23000:2, Persyaratan Sertifikasi Halal (Kebijakan dan Prosedur) 
  • HAS 23103, Pedoman Pemenuhan Kriteria Sistem Jaminan Halal di RPH
  • HAS 23201, Persyaratan Bahan Pangan Halal 
2. Dokumen Standar Internasional (OIC/SMIIC) 
  • OIC/SMIIC 1:2011, General Guidelines on Halal Food (TC1 Halal Food Issues)
  • OIC/SMIIC 2:2011, Guidelines for Bodies Providing Halal Sertification (TC1 Halal Food Issues)
  • OIC/SMIIC 3:2011, Gudelines for the Halal Accreditation Body Accrediting Halal Sertification Bodies (TC1 Halal Food Issues) 
Standar SMIIC (ada tiga standard) hanya saja belum  ke spesifikasi produk 

3. Dokumen Standa Codex (terkait label , tentang istilah halal) 
  • CAC/GL 24/1997, General Guidelines for use of the term Halal 
4. Dokumen Standar Negara Lain 
  • Malaysia Standard (MS), 
  • IHI Alliance Halal Standar (Malaysian Private Standard) 
  • Thailand Halal Standard
  • Philippine National Standard
  • Brunai Darussalam Standard

SNI 99001:2016 Sistem Manajemen Halal 

  • Berbasis HAS (Halal Assurance System) dan ISO 9001:2015
  • Mengatur tentang keorganisasian, manajemen berbasis resiko
  • Menjembatani Fatwa menjadi Hukum positif dibidang tertentu
  • Diharapkan organisasi yang memproduksi produk halal menerapkan sebagai jaminan mutu kehalalan produk 
  • Penerapan di UKM memerlukan pendampingan tersendiri 
Sejarah SNI 9001:2016 
  • Diusulkan untuk dirumuskan pada tahun 2014
  • Dirumuskan 2015 dan konsensus tanggal 10 Desember 2015
  • Jejak pendapat pada tanggal  1 Feb 2016-31 maret 2016, pemungutan suara tanggal 27 mei - 26 juli 2016 
  • Ditetapkan tahun 2016 
  • Berbasis ISO 9001:2015 
SNI 9001:2016 Sistem Jaminan Halal 
1. Daftar isi 
2. Prakata 
3. Pendahuluan 
  • Ruang Lingkup 
  • Istilah dan definisi 
  • Konteks keorganisasian 
  • Kepemimpinan dan komitmen
  • Perencanaan sistem manajemen Halal 
  • Dukungan 
  • Oprasional 
  • Evaluasi Kinerja
  • Peningkatan
4. Lampiran (informatif) 
5. Panduan penggunaan standar
6. Bibliografi 

Poin pentingnya yakni : 
  • Manajemen puncak haru menunjukan kepemimpinan dan komitmen terhadap sistem manajemen halal
  • Manajemen Puncak menetapkan, mengkaji ulang dan memelihara kebijakan halal 
  • Penyelia halal harus beragama islam, memiliki wawasan luas dan memahami syariat tentang kehalalan

Standar SNI 99001:2016 

1. Ruang Lingkup

  • Standar ini berlaku untuk organisasi yang menetapkan bahwa produk yang dihasilkan adalah produk halal, produk halal adalah produk yang yang berasal dari bahan baku hewan halal, tumbuhan, mikrobial, maupun bahan yan mengalami proses kimia/biologi/rekayasa genetika, termasuk didalamnya adalah rangkaian kegiatan (proses) untuk menjamin kehalalan produk yang mencangkup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, penyajian produk, dan pelayanan yang berlangsung secara berkelanjutan.
  • Standar ini berlaku umum untuk organisasi : industri pengolahan (pangan, obat dan kosmetika), industri Rumah Potong Hewan (RPH), industri yang melakukan proses produksi, katering, restoran, industri jasa (distributor, warehouse, transporter, perhotelan, retailer) dan barang gunaan


2. Istilah dan Definisi 

  • Produk, bahan/jasa yang terkait makanan/minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi/biologi/rekayasa genetika, serta barang gunaan yang dipakai/digunakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat.
  • Produk Halal, produk yg telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat islam
  • Organisasi, pelaku usaha/fasilitas dengan pengaturan, tanggung jawab, wewenang dan interelasi, yang menghasilkan produk.
  • Pelaku Usaha, perseorangan/badan usaha yang badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha
  • Persyaratan Halal, segala sesuatu yang memenuhi syariat islam dan fatwa MUI
  • Penyelia Halal, seseorang/team yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem jamiann halal/manajemen halal
  • Majelis Ulama Indonesia, wadah musyawarah para ulama, zuama, cendikiawan muslim Indonesia, yang nantinya memberikan fatwa tertulis terkait penetapan kehalalan produk. 
  • Fatwa MUI, pendapat tertulis berdasarkan pertimbangan syariat islam mengenai status kehalalan suatu produk
  • Auditor Halal, seseorang yang beragama islam yang memiliki  kemampuan untuk melakukan pemeriksaan kehalalan produk
  • Bahan, terdiri bahan baku, bahan penolong dan bahan tambahan, 
  • Bahan Baku, bahan utama yang dipakai dalam proses produksi, yang dapat berupa bahan mentah, bahan setengah jadi atau bahan jadi
  • Bahan Tambahan, bahan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam suatu produk, untuk menghasilkan sesuatu komponen/berpengaurh terhadap produk yang akan dihasilkan
  • Bahan Penolong, bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi tetapi produk tersebut tidak menjadi bagian dari komposisi bahan 
  • Tim Manajemen Halal, team khusus yang dibentuk manajemen puncak untuk membantu pelaksanaan kebijakan halal suatu organisasi. 
  • Ketelusuran (traceability), kemampuan untuk menelusur riwayat, atau lokasi dari obyek (entitas/sesuatu yang sedang dipertimbangkan) 
Penyelia Halal
  • Penyelia Halal/tim yang bertanggung jawab pada pelaksanaan manajemen halal
  • Penyelia Halal beragama islam dan memiliki wawasan luas dan memahami syariat kehalalan produk 
Peran dan Tanggung Jawab Penyelia Halal 
  • Mengawasi proses produksi produk halal di organisasi
  • Menentukan tindakan perbaikan dan pencegahan
  • Mengkoordinasikan proses produk halal
  • Mendampingi auditor halal dari lembaga pemeriksa halal pada saat pemeriksaan
  • Memastikan keberlangsungan kesesuaian persyaratan halal pada kegiatan harian di organisasi 
  • Melaporkan ke manajemen puncak, tentang permasalahan termasuk yang tidak sesuai dengan persyaratan halal
Jika belum terdapat penyelia halal yang memiliki kualifikasi sesuai persyaratan, maka organisasi harus memastikan petugas yang ditunjuk diberikan pelatihan mengenai persyaratan halal dari otoritas kompeten yang diakui. 

3. Konteks Organisasi 

  • Organisasi harus menerapkan isu eksternal/internal yang terkait dengan proses yang relevan dengan pencapaian tujuan dan arah yang strategis, dalam penerapan sistem majemen halal
  • Organisasi harus memantau dan mengkaji isu ekteran/internal untuk pencapaian tujuan penerapan sistem manajemen halal
  • Organisasi harus memantau dan mengkaji ulang informasi/persyaratan dari berbagai pihak yang relevan 
  • Organisasi harus menerapkan batas-batas dan kemampuan penerapan sistem manajemen halal
  • Organisasi menerapkan/menetapkan/memelihara/meningkatkan sistem manajemen halal, termasuk proses yang diperlukan sesuai dengan persyaratan standar. 
  • Organisasi harus menetapkan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen halal dengan memelihara informasi terdokumentasi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan proses dan menjaga informasi terdokumentasi sehingga proses yg dilakukan sesuai dengan perencanaan

4. Kepemimpinan 

4a. Kempemimpinan dan Komitmen 

Manajemen puncak harus menunjukan kepemimpinan dan komitmen, terhadap sistem menajamen halal, dengan memastikan : 
  • Akuntabilitas dari efektivias sistem jaminan halal, 
  • Kebijakan halal, dan sasaran halal yang ditetapkan sesuai dengan arah dan strategis konteks organisasi
  • Kebijakan halal telah dikomunikasikan, dipahami, dan diterapkan dalam organisasi
  • Adanya integrasi antara sistem manajemen halal dengan proses bisnis oragnisasi
  • Mendorong peningkatan kesadaran melalui pendekatan proses bisnis
  • SDM yang dibutuhkan dalam menjalankan sistem manajemen halal terpenuhi dan berkualitas
  • Mengkomunikasikan pentingnya manajemen halal, yang efektif dan sesuai dengan pemenuhan persyaratan
  • Memastikan sistem manajemen halal mencapai hasil sesuai yg ditetapkan
  • Ikut terlibat dalam mengarahkan/mendorong personel untuk berkontribusi guna keefektifan sistem manajemen halal
  • Mendorong peningkatan berkelanjutan dan mendorong peran manajemen untuk menunjukan kepemimpinan sesuai tanggung jawabnya.
Manajemen puncak harus menunjukan kepemimpinan dan komitmen, terhadap pelayanan pelanggan, dengan memastikan : 
  • Pelayanan pelanggan sesuai dengan peraturan perundangan, prasyarat halal, prasyarat pelanggan yang ditetapkan, dan dipenenuhi secara konsisten
  • Fokus terhadap kepuasan pelanggan, diharapkan kepuasan pelanggan meningkat dengan meminimalisir resiko/peluang yang mempengaruhi kesesuaian produk
Manajemen Puncak harus menetapkan, mengkaji ulang, memelihara Kebijakan Halal, yang :
  • sesuai dengan tujuan dan konteks organisasi, 
  • mencangkup komitmen memenuhi prasyarat halal yang berlaku, 
  • mencangkup komitmen untuk perbaikan berkesinambungan dari sistem manajemen halal. 
  • menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan/mengkaji ulang sasaran manajemen halal
Kebijakan Halal harus tersedia sebagai informasi yang terdokumentasi 
Kebijakan Halal harus dikomunikasikan, dipahami, diterapkan dalam organisasi
Kebijakan Halal harus tersedia seuai dengan kepentingan organisasi


4b. Peran dan Tanggung Jawab dan Kewenangan Organisasi 

Pimpinan Manajemen Puncak, harus memastikan bahwa tanggung jawab dan wewenang untuk masing masing personel team manajemen halal telah ditetapkan, dikomunikasikan dan dipahami oleh keseluruhan karyawan
Pimpinan Manajemen Puncak menetapkan tanggung jawab, wewenang untuk :
  • Memastikan Sistem Manajemen Halal sesuai standar SNI 9900:2016 
  • Memastikan bahwa proses pemberian output sesuai yang diinginkan
  • Memastikan bahwa integritas sistem manajemen halal dipelihara, ketika adanya perubahan pada sistem manajemen halal yang direncanakan dan akan diimplementasikan, 
  • Melaporkan kinerja sistem jaminan halal, peluang untuk perbaikan, dan perlunya perubahan/inovasi terutama untuk pelaporan yang dilaporkan ke pimpinan puncak
  • Fokus pada peningkatan pelayanan pelanggan 

5. Perencanaan Sistem Manajemen Halal 

5a. Menghadapi Resiko dan Peluang 

Pada waktu menerapkan sistem manajemen halal, organisasi harus mempertimbangkan isu eksternal/internal (pada poin 3) dan menetapkan resiko dan peluang yang perlu dihadapi sesuai dengan tujuan organisasi yakni : 
  • Memberikan jaminan bahwa sistem manajemen halal, dapat mencapai hasil yang diinginkan
  • Meningkatkan efek yang diinginkan
  • Mencegah dan mengurangi efek yang tidak diinginkan
  • Mencapai perbaikan berkelanjutan
Organisasi harus merencanakan tindakan untuk menghadapi resiko dan peluang
Organisasi harus merencanakan cara untuk mengintegrasikan dan menerapkan tindakan ke dalam proses sistem manajemen halal dan mengevaluasi tindakan

5b. Sasaran Manejeman Halal dan Pencapaiannya

Organisasi haru menetapkan sasaran manajemen halal. 
Sasaran manajemen halal harus : 
  • Konsisten dengan Kebijakan Halal
  • Mampu diukur dan harus dipantau, dikomunikasikan, diperbaharui kesesuaiannya
  • Memperhitungkan persyaratan yang berlaku
  • Relevan terhadap kesesuaian produk dan peningkatan kepuasan pelanggan
Organisasi harus menyimpan informasi sasaran manajemen halal yang didokumentasikan. Pada waktu merencakan cara untuk mencapai sasaran manajemen halal, organisasi harus menetapkan : 
  • Apa saja yang akan dilakukan 
  • Sumber daya manusia yang diperlukan 
  • Siapa yang bertanggung jawab 
  • Kapan diselesaikan 
  • Cara mengevaluasinya
5c. Rencana Perubahan 

Organisasi menetapkan perlu adanya perubahan pada sistem manajemen halal, maka perusahaan harus melakukannya secara terencana dan sistematis, oleh karena itu organisasi harus mempertimbangkan : 
  • Tujuan perubahan dan konsekuensi potensial yang timbul
  • Integritas sistem manajemen halal
  • Integritas sistem manajemen halal
  • Ketersediaan sumber daya
  • Alokasi atau relokasi tanggung jawab dan wewenang 

6. Dukungan 

6.1. Sumber Daya Manusia 

6.1.1. Umum 
Organisasi harus menetapkan sumber daya yang diperlukan untuk penyusunan, pelaksanaan, pemeliharaan, perbaikan berkesinambungan, dari sistem manajemen halal, 

6.1.2. Sumber Daya Manusia 

Pada saat menetapkan SDM maka organisasi harus mempertimbangkan : 
  • Kemampuan dan keterbatasan dari sumber daya internal 
  • SDM yang diperoleh dari penyedia eksternal 
Organisasi harus menyediakan personel yang diperlukan, karena :
  • Organisasi harus secara konsisten memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku
  • Organisasi harus menjalankan sistem manajemen halal secara efektif, termasuk untuk kepentingan proses yang diperlukan 
Personel penyelia halal, harus beragama islam, dan memiliki wawasan luas dan memahami syariat kehalalan. 

6.1.3. Infrastruktur 

Organisasi harus menetapkan, meyediakan, dan memelihara infrastruktur untuk proses operasional dalam mencapai kesesuaian produk, sesuai dengan prasyarat halal dan persyaratan perundangan berlaku. Infrastruktur terdiri dari : 
  • Bangunan dan Fasilitasnya
  • Peralatan (Peralatan Produksi, Peralatan pendukung proses produksi, peratan office (perangkat keras/lunak), dll) 
  • Transportasi 
  • Teknologi informasi dan Komunikasi 
6.1.4. Lingkungan Kerja 

Organisasi harus menetapkan, menyediakan, dan memelihara lingkungan kerja yang diperlukan untuk proses oprasional dalam mencapai kesesuaian produk halal

6.1.5. Pemantauan dan Pengukuran sumbar daya

a. Umum 

Organisasi harus menetapkan, meyediakan sumber daya yang diperlukan untuk memastikan hasil sahih/dapat dipercaya ketika pemantauan / pengukuran untuk verifikasi pemenuhan prasyarat hahal. 
Organisai harus memastikan bahwa : 
  • sumber daya yang disediakan sesuai dengan jenis kegiatan pemantauan/pengukuran yg dilakukan 
  • sumber daya yang disediakan harus dipelihara agar terus bekerja dengan baik sesuai dengan tujuan
Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi yang sesuai, sebagai bukti kelayakan operasi sumber daya untuk tujuan pemantauan/pengukuran

b. Ketelusuran Pengukuran 
 
Ketelusuran dari pengukuran merupakan prasyarat dari perundangan, persyaratan pelanggan, persyaratan halal atau persyaratan dari pihak yang berkepentingan atau dianggap oleh organisasi sebagai bagian penting untuk menambahkan tingkat kepercayaan atas kesahihan hasil pengukuran.


6.1.6. Pengetahuan Organisasi 
  • Organisasi harus menetapkan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan proses oprasional untuk mencapai kesesuaian produk. Peningkatan pengetahuan diperoleh sumber internal/eksternal. Bukti peningkatan pengetahuan harus dipelihara. Pengetahuan organisasi dapat mencangkup informasi seperti kekayaan intelektual dan hasil pembelajaran
  • Organisasi mempertimbangkan pengetahuan yang sudah ditetapkan, dan menentukan cara untuk memperoleh atau mengakses pengetahuan tambahan yang diperlukan, ketika menghadapi perubahan kebutuhan dan perkembangan, organisasi  
  • Organisasi dapat mempertimbangkan sumber internal / eksternal sebagai sumber pengetahuan yang diperlukan. Sumber internal misalkan pembelajaran dari kegagalan dan keberhasilan organisasi, mengambil pengetahuan yang tidak terdokumentasi dan pengalaman dibidang tertentu dari ahli yang ada didalam organisasi. Sumber eksternal misalkan standar akademisi, konfrensi, fatwa MUI, berbagai pengetahuan yang terkumpul dari pelanggan atau penyedia.

6.2. Kompetensi 

  • Organisasi harus menetapkan kompetensi personel yang diperlukan, untuk melakukan pekerjaan yang mempengaruhi kinerja sistem jaminan halal
  • Organisasi harus memastikan bahwa personel yang bersangkutan memiliki kompetensi berdasarkan latar pendidikn, pelatihan, pengalaman 
  • Organisasi melakukan tindakan untuk mendapatkan kompetensi yang diperlukan, dan mengevaluasi efektifitas tindakan yang dilakukan 
  • Memastikan personel sebagai penyelia halal harus beragama islam, dan memahami syariat kehalalan
  • Organisasi harus menyimpan informasi tedokumentasi, sesuai dengan bukti kompetensi. 
Tindakan yang memungkinkan dapat meliputi, misal pelatihan, pendampingan, atau penugasan kembali personel yang saat ini bekerja untuk mengevaluasi kompetensi, dan mempekerjakan personel yang berkompeten

6.3. Kepedulian 

Bentuk kepedulian yakni Personel yang melakukan pekerjaan dalam organisasi harus memiliki pemahaman mengenai : 
  • Kebijakan halal dan sasaran manajemen halal. 
  • Kontribusi terhadap keefektifitas sistem manajemen halal, termasuk manfaat dari peningkatan kinerja
  • Implikasi ketidak sesuaian dengan prasyarat sistem manajemen halal
6.4. Komunikasi : 

Organisasi menerapkan komunikasi Internal dan Eksternal yang sesuai dengan sistem manajemen halal. Komunikasi tersebut mencangkup pesan yang akan disampaikan, waktunya, dengan siapa komunikasi dilakukan, cara komunikasinya dan siapa yang berkomunikasi.

6.5. Informasi terdokumentasi 
  • Sistem manajemen halal organisasi harus mencangkup informasi terdokumentasi  yang dipersyaratkan standar, informasi terdokumentasi ditetapkan oleh organisasi sesuai dengan keperluan untuk keefektifan sistem manajemen halal 
  • Pembuatan informasi terdokumentasi, Ketika akan membuat informasi terdokumentasi, organisasi harus memastikan kesesuaian indentifikasi dan deskripsi, format, dan kaji ulang dan persetujuan untuk kesesuaian dan kecukupan
  • Pengendalian Informasi terdokumentasi (yang dipersyaratkan sistem manajemen halal dan standar SNI), untuk memastikan ketersediaan dan kesesuaian untuk digunakan, dimana dan kapan diperlukan. Selain itu pengendalian informasi terdokumentasi untuk cukup terlindungi. Organisasi untuk mengendalikan informasi terdokumentasi, harus melakukan kegiatan seperti distribusi, akses, pengambilan dan penggunaan, penyimpanan dan pemeliharaan, pengendalian perubahan, retensi dan disposisi
  • Informasi terdokumentasi dari eksternal, untuk perencanaan dan operasional, sistem manajemen halal ditetapkan oleh organisasi dan harus diindentifikasi kesesuaiannya dan dikendalikan
  • Informasi terdokumentasi dipelihara sebagai bukti pemenuhan kesesuaian, harus dilindungi dari perubahan yangtidak diinginkan

7. Oprasional 

7.1. Rencana Oprasional dan Pengendalian 

Organisasi merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan proses, yang diperluakn untuk memenuhi prasyarat manajemen halal, dalam penyediaan produk halal, yakni dengan : 
  • Mentapkan prasyarat bahan, produk (termasuk sensori rasa, bentuk dan penamaan produk) dan fasilitas 
  • Mentapkan kreteria untuk proses produksi dan penerimaan produk.
  • Menetapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk pemenuhan kesesuaian terhadap persyaratan produk 
  • Menetapkan pengendalian proses yang sesuai dengan kreteria 
  • Menyimpan informasi terdokumentasi untuk menyakinkan bahwa proses dilakukan sesuai yang direncanakan, menunjukan kesesuaian produk 
semua hal tersebut harus sesuai dengan prasyarat halal dan peraturan perundangan. 

Organisasi harus mengontrol perubahan yang direncanakan, dan mengkaji ulang konsekuensi dari perubahan yang tidak diinginkan, dan mengambil tindakan untuk mengurangi efek samping. Apabila proses diserahkan ke pihak lain, organisasi harus memastikan bahwa proses yang diserahkan dikontrol sesuai prasyarat halal dan peraturan perundangan

7.2. Penetapan Praysarat Produk 

a. Komunikasi pelanggan 

Organisasi menetapkan komunikasi pelanggan sehubungan dengan : 
  • Informasi yang berkaitan dengan produk 
  • Pertanyaan, penanganan kontrak atau pemesanan termasuk perubahannya, 
  • Memperoleh pendapat dan perseosi pelanggan termasuk keluhan pelanggan
b. Penetapan Prasyarat yang berkaitan dengan produk 

Organisasi menetapkan, merapkan, dan memelihara proses untuk menentukan persyaratan produk sesuai dengan persyaratan halal yang akan diberikan kepada pelanggan. Persyaratan produk yg ditetapkan termasuk : 
  • Persyaratan halal dan peraturan perundangan 
  • Persyaratan lain yang dianggap penting oleh organisasi
Organisasi harus memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan halal dan peraturan perundangan. 

c. Kaji Ulang Persyaratan yang berkaitan dengan Produk 

Organisasi memastikan kemampuannya untuk memenuhi persyaratan produk yang diminta pelanggan. Organisasi harus melakukan kaji ulang sebelum berkomitmen untuk memberikan produk, dimana termasuk didalamnya : 
  • Persyaratan Spesifikasi produk yang diinginkan pelanggan (persyaratan pada saat pengiriman dan aktifitas setelah pengiriman) 
  • Persyaratan yang tidak disebutkan oleh pelanggan, tetapi diperlukan untuk penggunaan yang diinginkan. Persyaratan pelanggan harus dikonfirmasi oleh organisasi sebelum diterima, jika pelanggan tidak memberikan persyaratan secara tertulis
  • Persyaratan khusus dari organisasi
  • Persyaratan halal dan peraturan perundangan menyangkut produk 
  • Persyaratan kontrak  / permintaan yang berbeda dari sebelumnya

Organisasi harus memelihara informasi terdokumentasi dari hasil kaji ulang dan semua persyaratan baru dari produk. Informasi terdokumentasi menggambarkan hasil kaji ulang yang harus disimpan termasuk persyaratan halal baru dan perubahannya.  

d. Perubahan Persyaratan Produk 

Organisasi memastikan bahwa informasi terdokumentasi yang relevan sudah dirubah dikarenakan adanya perubahan persyataran produk, dan personil terkait memahami tentang perubahan persyaratan tersebut ketika persyaratan produk telah berubah

7.3. Desain dan Pengembangan Produk Halal (RND) 

a. Umum 

Jika persyaratan produk suatu organisasi belum ditetapkan, atau tidak didefinisikan oleh pelanggan atau pihak lain yang berkepentinagn, maka organisasi harus menetapkan, menerapkan dan memelihara desain, dan pengembangan proses sesuai dengan persyaratan halal produk dan persyaratan peraturan perundangan. 

b. Desain dan Rencana Pengembangan 

Dalam menetapkan tahapan dan pengendalian untuk desain serta pengembangannya, organisasi harus mempertimbangkan : 
  • Peraturan Perundangan dan prasyarat halal 
  • Sifat, jangka waktu dan kompleksitas kegiatan design dan pengembangan
  • Persyaratan yang menentukan tahapan proses, termasuk kaji ulang desain yang digunakan dan pengembangannya
  • Verifikasi dan Validasi design dan pengembangan yang dipersyaratkan 
  • Tanggung jawab dan kewenangan pihak yang terlibat dalam proses design dan pengembangan
  • Kebutuhan untuk pengendalian media penghubung, antar individu dan para pihak yang terlibat dalam proses desain dan pengembangan, 
  • Kebutuhan untuk melibatkan pelanggan dan kelompok pengguna dalam proses design dan pengembangan
  • Informasi terdokumentasi yang diperlukan untuk mengkonfirmasi bahwa persyaratan halal untuk design dan pengembangan telah dipenuhi
c. Masukan Design dan Pengembangan Produk 

Organisasi harus menetapkan persyaratan utama untuk jenis tertentu dari produk yang didesign dan dikembangkan, dimana organisasi harus mempertimbangkan : 
  • Pemenuhan peraturan perundangan 
  • Prasyarat fungsional dan kinerja
  • Informasi yang berasal dari aktivitas pengembangan design dari produk sebelumnya yang serupa
  • Standar atau codes of practice bahwa organisasi telah berkomitmen untuk melaksanakan
  • Potensi konsekuensi kegagalan karena sifat produk
Masukan yang diberikan harus memadai untuk keperluan design dan pengembangan, lengkap dan jelas. Benturan antara masukan design dan pengembangan harus diselesaikan

d. Kontrol design dan Pengembangan Produk 

Organisasi harus menerapkan kontrol pada proses design dan pengembangan untuk memastikan bahwa : 
  • Hasil yang dicapai dari kegiatan design dan pengembangan didefinisikan dengan jelas
  • Kaji ulang design dan pengembangan dilaksanakan seperti yang direncanakan
  • Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa keluaran design dan pengembangan telah memenuhi prasyarat dari masukan desigan dan pengembanagn 
  • Validasi dilakukan untuk memastikan bahwa produk mampu memenuhi spesifikasi produk
  • Semua tindakan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan yang ditentukan selama aktifitas kaji ulang, verifikasi dan validasi
  • Informasi terdokumentasi dari segala aktifitas tersebut dipelihara
Organisai harus menyimpan informasi terdokumentasi hasil dari proses design dan pengembangan 

e. Keluaran Design dan Pengembangan 

Organisasi memastikan keluaran design dan pengembangan harus :
  • Memenuhi peraturan perundangan dan prasyarat halal 
  • Memenuhi prasyarat masukan design  dan pengembangan 
  • Memadai untuk proses selanjutkan dalam penyediaan produk
  • Meliputi atau merujuk persyaratan pemantauan dan pengukuran dan kreteria penerimaan, sebagai mana berlaku
  • Memastikan produk yang akan diproduksi atau diberikan cocok untuk tujuan yang dimaksud dan penggunaan yang aman dan tepat
f. Perubahan Design dan Pengembangan 

Oraganisasi harus melakuakn kaji ulang, mengendalikan dan mengidentifikasi perubahan ketika menyusun masukan dan keluaran selama proses design dan pengembangan produk atau pengembangan produk selanjutnya. 

Informasi terdokumentasi mengenai perubahan design dan pengembangan harus disimpan. 

7.4. Kontrol Produk yang disediakan secara Eksternal 

a. Umum 

Organisasi memastikan bahwa proses produksi dan produk yang disediakan secara eksternal sesuai dengan persyaratan halal dan perundangan. Organisasi harus menerapkan persyaratan tersebut untuk mengendalikan produk yang disediakan secara eksternal ketika : 
  • Produk yang disediakan penyedia eksternal menjadi milik organisasi
  • Produk yang disediakan secara langsung oleh penyedia eksternal kepada pelanggan atas nama organisasi
  • Proses produksi atau bagian dari suatu proses yang dilakukan penyedia eksternal sebagai hasil dari keputusan organisasi yang diserahkan pada pihak lain
Organisasi harus menetapkan dan menerapkan kriteria untuk evaluasi, seleksi, pemantauan kinerja dan evaluasi ulang dari penyedia eksternal berdasarkan kemampuan untuk menyediakan proses atau produk sesuai dengan persyaratan halal dan peraturan perundangan

Organisasi harus menyimpan informasi terdokumentasi dari hasil evaluasi, pemantauan kinerja dan evaluasi ulang dari penyedia eksternal 

b. Tipe dan Batas Kontrol Penyediaan Eksternal 

Hal yang dipertimbangkan organisasi dalam menentukan jenis dan cakupan kontrol yg diterapkan untuk penyedia eksternal dari proses dan produk, adalah : 
  • Dampak potensial dari proses dan produk yang disediakan oleh pihak eksternal terhadap kemampuan organisasi untuk secara konsisten memenuhi persyaratan pelanggan/halal/ dan perundangan 
  • Efektivitas kontrol yang dirasakan pihak eksternal 
Organisasi menerapkan, menetapkan verifikasi/kegiatan lain yang diperlukan untuk memastikan proses dan produk yang disediakan pihak eksternal tidak mempengaruhii kemampuan organissi untuk konsisten memberikan produk halal kepada pelanggan 

Organisasi harus mempertimbangkan hal diatas, serta menentukan kontrol untuk diterapkan ke pihak eksternal, apabila Proses produksi / fungsi organisasi yang diserahkan pada pihak eksternal tetap dalam lingkup manajemenn halal organisasi. 

c. Informasi untuk Penyedia Eksternal 

Organisasi harus mengkomunikasikan kepada penyedia eksternal, mengenai persyaratan yang berlaku, seperti : 
  • Produk yang akan diberikan atau diproses yang akan dilakukan atas nama organisasi 
  • Persetujuan atau pelepasa produk, metode, proses dan peralatan
  • Kompetensi Personel, termasuk kualifikasi yang diperlukan
  • Interaksi penyedia eksternal dengan sistem manajemen halal organisasi
  • Kontrol dan pemantauan kinerja penyedia eksternal yang diterapkan oleh organisasi 
  • Kegiatan verifikasi yang akan dilakukan oleh organisasi atau pelanggan dilokasi penyedia eksternal 
Organisasi harus memastikan kecukupan persyaratan sebelum dikomunikasikan ke penyedia eksternal 

Bersambung (klik disini) 



Peluang Bisnis selama Pendemic - Prof Marco Tieman

Business Opportunities During Pendemic - Prof Marco Tieman 

(Peluang Bisnis selama Pendemic) 

Materi sebelumnya (klik disini) 

Halal Supplay Chain 

Halal Supplay Chain Management sangat memperhatikan semua proses dari hulu hingga nantinya menghasilkan suatu produk yang tersertifikasi halal. Halal supplay Chain sangat diperlukan untuk menjamin kualitas halal suatu produk dan jasa sebelum sampai ke tangan konsumen. Diantaranya memperhatikan dari mana bahan bakunya, siapa yang memprosesnya, bagaimana cara prosesnya, disimpan dimana produknya, transportasi pengirimannya menggunakan apa, kemasannya seperti apa, sampai kekirim ke konsumen. Karena dengan memahami semua ini maka akan bisa membangun suatu industry yang efisien, efektif, dan usability dengan baik.

Halal Supplay Chain Management ( Manajemen Rantai supplai/pasok Halal ) adalah sebuah sistem manajemen yang didalamnya terdapat aktivitas kegiatan yang terlibat sepanjang rantai pasok dari hulu hingga hilir, yang menerapkan konsep yang sesuai syariat islam dalam kehalalan produk. Dimulai dari pemilihan pemasok/supplier, proses produksi, penyimpanan, marketing/promosi, distribusi hingga siap dikonsumsi, harus sesuai dengan standar halal. Secara umum ada 4 (empat) aktivitas utama dalam halal supplay chain yaitu : 

  • Pengadaan Produk Halal, yang dimulai dari pengadaan bahan baku. Didalamnya terdiri atas keterlibatan kegiatan yang berfokus dalam menjaga integritas hala sepanjang rantai pasokan. Penilaian bahan baku halal tidak hanya dari zat produknya saja, tetapi beberapa pemasok halal melakukan penilaian bahan baku halal juga dari sumber dan sistem pembayaran. 
  • Proses Pengolahan Produk Halal, merupakan proses transformasi dari bahan baku menjadi produk yang siap dikonsumsi dengan prosedur sesuai standar halal. Dalam proses pengolahannya memiliki tingkat resiko terkontaminasi bahan haram/najis. Maka diperlukan konsistensi perusahaan dalam menerapkan kebijakan halal 
  • Distribusi Produk Halal, dimulai dari pengemasan kedalam wadah yang dipergunakan untuk produk halal. Bahan pengemas harus halal atau tidak terkontaminasi bahan haram/najis. Tetapi permasalahannya kemasan produk untuk produk halal ini kurang diperhatikan oleh pelaku usaha, dan belum banyak kemasan/packaging yang tersertifikasi halal
  • Logistik Produk Halal, status halal tidak hanya mempertimbangkan zat produknya saja, tetapi proses pendistribusian/logistiknya juga harus diperhatikan agar tidak tekontaminasi bahan haram/najis
Menurut Prof Marco Tieman, Halal Supplay Chain, adalah pengolahan pemasok halal dengan tujuan untuk memperluas integritas halal dari sumber awal sampai ke konsumen. Hal ini berarti seluruh kegiatan dalam rantai pasok harus sesuai dengan syariat islam. Mulai dari pemasok bahan baku yang menjamin kualitas kehalalan produknya, tahapan proses produksi/manufature, tahapan distribusi, ritel (tahapan pengeceran), hingga produk sampai ketangan konsumen. Tahapan yang panjang inilah yang besar kemungkinan akan timbul masalah yang berpengaruh terhadap kehalalan produk, misalnya pada tahapan pendistribusian produk halal yang bercampur/bersamaan dengan non halal, dikawatirkan ada proses kontaminasi silang yang dapat mengubah status kehalalan produk dari halal menjadi haram. 

Oleh karena itu integritas dari konsep Halal Supplay Chain inilah yang dapat menjamin bahwa produk tersebut tidak terkontaminasi pada setiap tahapan hingga nantinya produk tersebut sampai ketangan konsumen. Dengan diterapkannya konsep Halal Supplay Chain maka akan menaikan jaminan mutu suatu produk. 

Dengan adanya management Halal Supplay Chain maka harapan tentang standar mutu, kualitas produk dan pelayanan produk dapat mempengaruhi integritas perusahaan, mulai dari kedatangan  bahan baku, proses produksi, pendistribusian, pemasaran serta konsumsi. Dengan sistem management Halal Supplay Chain maka distribusi produk harus terpisah antara non halal dan halal (produk yang telah tersertifikasi halal) , karena tidak diperbolehkan adanya kontak langsung dikawatirkan ada kontaminasi silang diantara keduanya. 

Dampak Covit 19 diseluruh belahan dunia  

1. Masalah Penyebaran Covit 

Pada masa pendemi covit-19 Konsekuensi dampak dari corona mau tidak mau harus kita hadapi. 

  • Ketergantungan negara OKI (Organisasi Kerjasama Islam) melakukan impor bahan makanan pokok terganggu. Pendemi covit memunculkan krisis pangan baru yang mempengaruhi ketahanan pangan suatu negara, karena ekspor dan impor bahan pokok menjadi terganggu. Selama covit pelaku industri merasakan dampaknya untuk bahan baku impor, sehingga menuntut mencari sumber secara lokal/regional (rantai pasokan secara global mengalami gangguan) 
  • Covit juga berdampak pada sektor ekonomi, telah tampak dimasa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) / Sosial Distance /Self Distance/Lock Down yang diperpanjang. Tingkat konsumsi manusia bisa saja menurun tajam. Bila tingkat konsumsi berkurang maka pertumbuhan beberapa indikator penopang ekonomi pun mulai berguguran. Perekonomian nasional sangat bergantung kepada laju konsumsi masyarakat 
  • Covit 19 juga menyebabkan meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, sehingga peningkatan tingkat hutang. 

Problem Halal Industri 

Halal Industri adalah sebuah industri yang berkembang pesat karena demografi dan perluasan sektor industri, yang dipengaruhi beberapa faktor untuk menjalankan bisnis di negara mayoritas muslim. Faktor yang mempengaruhi seperti kebutuhan muslim akan produk halal sehingga mau tidak mau industri memiliki sertifikasi halal produk, selain itu gerai kebutuhan pokok yang menjual/memberikan pelayanan berupa produk halal. Industri halal dituntut untuk memiliki manajemen bisnis halal yang meliputi sertifikasi halal produk, manajemen rantai pasokan halal, branding dan pemasaran produk, serta manajemen resiko dan reputasi halal. 

Masalah Halal Industri 

5 Problem di Halal Industri :

  • Kurangnya Bahan Baku dan Bahan Adictive yang telah tersertifikasi halal (Industri halal berkembang/meningkat maka meningkatnya permintaan kebutuhan raw material industri tetapi stocknya produk raw materiak tidak dapat mengcover kebutuhan para pelaku industri halal) Industri halal saat ini menjadi hal utama (karena peraturan yang telah ditetapkan pemerintah). Langkanya Bahan Baku/addictive yang tersertifikasi halal, maka hal ini menyebabkan produk yang tersertifikasi halal akan menjadi lebih mahal. Kendala minimnya bahan baku/bahan addictive halal harus segara diatasi. 
  • Kurangnya produksi Halal yang berkualitas tinggi di negara muslim, bahkan untuk komuditas makanan pokok. Kebanyakan negara muslim yang memiliki lahan pertanian yang subur akan menjadi ekportir produk pertanian, sehingga lebih fokus ke sektor pertanian dari pada ke sektor industri halal. Bahkan ada beberapa negara muslim sebagai importir produk, dikarenakan mereka belum dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik karena keterbatasan bahan baku/addictive atau sumber daya manusia (kurangnya keahlian dalam memproduksi) 
  • Industri halal satu sama lainnya tidak berkolaburasi, tetapi malah terfragmentasi sehingga mengalami kesulitan dalam peningkatan hasil produksi. Seharusnya para pelaku industri halal bekerja sama, tidak rerfragmentasi sendiri sendiri atau menggangap yang lainnya merupakan pesaing di dunia industri. Sehingga saling berkompetisi dari pada berkolaburasi. Sehingga perusahan lokal/nasional akan kesulitan menjadi perusahaan besar dan akan sulit untuk naik level menjadi perusahaan multinasional dan go international. 
  • Beberapa merk halal Global dari negara mayoritas muslim hadir dipasar halal, yang saat ini di dominasi oleh perusahaan multinasional dari negara non muslim. Sebaiknya memperhatikan persyaratan negara tujuan ekspor produk halal  (tiap negara bisa memiliki standar halal yang berbeda). Bahan Baku atau Produk dari perusahan brand besar negara non muslim, jauh lebih peduli dengan clausul halal produk saat akan di ekspor ke negara muslim. 
  • Halal beralih dari pendekatan produk ke pendekatan rantai pasokan dan rantai nilai produk, yang sulit dikelola tanpa ekosistem halal. Ekosistem halal inilah berpengaruh dalam Halal Supplay Chain. OKI (Organisasi Kerjasama Islam) membentuk badan standarisasi yakni SMIIC (Standards and Metrology Institute for Islamic Contries. Penetapan penilaian kesesuaian (standard) keseragaman dalam hal metrologi, pengujian laboratorium, dan kegiatan standarisasi lainnya yang memberikan bantuan teknis bagi anggota dan menetapkan skema akreditasi, SMIC bertanggung jawab mengatur dan menerapkan peraturan terkait fungsi badan sertifikasi halal secara tepat. Saat ini SMIIC memiliki 9 Technical Commitee yakni (1) Halal Foods Issues, (2) Halal Cosmetic Issues, (3) Service Site Issues, (4) Renewable Energy, (5) Tourism and related Services, (6) Agriculture Processes, (7) Transportation, (8) Leather and Training Material, (9) Textiles and Related Products. SMIIC menerbitkan Standard Halal yang bisa diterima muslim dunia dan dapat diterapkan di lembaga sertifikasi halal diseluruh dunia. Oleh karena itu SMIIC mengembangkan Standar Halal Universal (Standard Halal OIC-SMIIC) dan telah meluncurkan hingga (OIC-SMIIC 17 : 2020)  
      OIC SMIIC 17 : 2020 diluncurkan bulan November 
  •     Part 01 Halal Supplay Chain Management - Transportasi
  •     Part 02 Halal Supplay Chain Management - Warehouse 
  •     Part 03 Halal Supplay Chain Management - Retailing 
\   
   Halal Excellence 

Manajemen Bisnis Halal merupakan panduan untuk mencapai (Halal Excellence), Halal Exellence, proses untuk memberikan pelayanan terbaik/unggul produk-produk halal kepada konsumen

Philosophi Halal Excellence : 

  • Halal Excellent tidak hanya kompromi pada proses dan input (bahan, peralatan, sumber daya manusia) tetapi Halal Excellence dalam memberikan pelayanan/service dengan memperhatikan secara keseluruhan/global dari hulu hingga hillir
  • Halal Excellence mengacu kepada standar yang telah ditetapkan, antara lain seperti standar HAS (Halal Assurance System), SCM Halal (Supplay Chains Management Halal), Standar Branding & Pemasaran, Management Resiko dan Reputasi 
  • Halal Excellence merupakan praktek nyata dan pengulangan (practice) prosedur sistem jaminan halal, pengendalian manajemen resiko halal, dan manajemen reputasi halal. 
  • Halal Excellence, merupakan perintah/kontrol yang secara efektif terhadap rantai pasok halal dan reputasi halal perusahaan. 
  • Halal Excellence dapat diwujudkan dengan memiliki team yang bertanggung jawab akan keberlangsungan sistem manajemen halal perusahaan, selain itu memiliki mitra rantai pasokan halal dan pemangku kepentingan eksternal yang memiliki komitmen kuat menjalankan sistem manajemen halal
  • Halal Excellence melibatkan pelanggan dan keseimbangan hubungan kedua belah pihak (pelanggan dan konsumen) 

Fondasi Halal Excellence : 
  • Kualitas Product, kondisi fisik, fungsi dan sifat suatu produk (baik barang atau jasa) yang sesuai dengan tingkat mutu yang diharapkan  
  • QMS (Quality Management System), sistem manajemen kualitas yang merupakan sekumpulan prosedur dan prakteknya yang terdokumentasi, dengan tujuan menjamin kesesuaian suatu proses dan produk terhadap persyaratan tertentu  
  • HAS 23000 (Halal Assurance System), merupakan standar sertifikasi halal LPPOM MUI, dan didalamnya mencangkup 11 kriteria Halal yang harus dipenuhi pelaku usaha yang ingin mensertifikasi halal produknya.

Peluang UKM di Indonesia 

Adapun peluang bisnis bagi para pelaku Usaha 

  • Sektor pertanian, Indonesia memiliki wilayah yang subur sehingga menghasilkan kualitas produk pertanian yang baik dan volume permintaan hasil pertanian yang tinggi (sektor pertanian yang berkelanjutan, produk pertanian organik, animal welfare, produk bersertifikasi halal) 
  • Sektor Industri Rumahan (produk konsumen berupa produk makanan/minuman, cosmetic, obat, fashion dll) yang memiliki kualitas terbaik, berkelanjutan, organic, animal welfare, produk bersertifikasi halal 
  • Sektor Industri Manufacture (pengolahan bahan raw material/addictive untuk menghasilkan produk pabrikan/produk n user) didalamnya akan ada aktivitas kritis yang dapat menjadi hambatan/potensi kontaminasi selama menghasilkan produk halal
  • Sektor Jasa Logistik, memberikan pelayanan rantai pasokan, penyimpanan (pergudangan) dan transportasi. Logistic saat ini telah ada beberapa yang telah memiliki sertifikat halal produk jasa (pelayanan) 
  • Sektor Jasa Restoran, Indonesia telah memiliki jaringan perdagangan makan halal dan retoran halal 
Animal Welfare ( UU no.18 / 2009 ) 
Segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan, menurut ukuran prilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakan untuk melindungi hewan dari prilaku tidak layak yang diberikan manusia kepada hewan yang dimanfaatkan manusia

Ekosistem Halal 

Ekosistem halal untuk meningkatkan sinergi halal. 

Ekosistem Halal, merupakan suatu sistem dari jaringan komplek bisnis, institusi, lembaga pemerintah, organisai non pemerintah. Pengembangan ekosistem halal membutuhkan peran serta berbagai pihak. Pertumbuhan ekosistem halal juga akan mendongkrak pertumbuhan pangsa pasar dan perbankan. 

Ekosistem halal di indonesia memiliki potensi yang baik, namun industri keuangan syariah dan industri halal masing berjalan masing masing. Perbankan syariah seharusnya mengoptimalkan untuk menggarap peluang penyaluran pembiayayaan bagi industri halal, termasuk para pelaku usaha berbasis syariah yang bergerak di sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) 

Setiap negara memiliki perlakukan yang berbeda beda tergantung pada fatwa yang ditetapkan dinegara mereka, termasuk didalamnya mengenai penyembelihan hewan. Dibeberapa negara non muslim yang memiliki produk halal tetapi mereka tidak mencantumkan logo halal, tetapi ketika mereka mengekspor maka mereka mensertifikasi produk mereka sehingga dapat mencantumkan logo halal pada kemasan. Produk bersertifikat halal memberikan jaminan bahwa sesuatu produk itu bersih/tidak terkontaminasi bahan haram/najis) 

Saat ini regulasi halal terbaik yang dapat menjadi contoh bagi perusahaan international adalah indonesia karena bersifat transparant

Kesimpulan : 
  • Memahami isu dan dinamika industri halal 
  • Pandemi mengungkap ketergantungan para importir dunia muslim dan memperkuat konsekuensinya, sehingga yang dibutuhkan adalah action untuk dapat memenuhi kebutuhan tanpa harus ketergantngan kepada negara lain
  • Indonesia menjadi pusat halal dunia, yang menjadi halal superior yang seharusnya dimanfaatkan dalam menghadirkan produk halal yang dikenal dunia
  • Memanfaatkan ekosistem halal untuk keuntungan bersingergi 
  • Mendapatkan sertifikasi halal