Rasulullah Shalallahu
‘alaihi was sallam bersabda tentangnya :
“Aku memasuki Surga lalu
aku mendengar suara, maka aku bertanya, “Siapakah ini?” Mereka berkata, “Ini
adalah al-Ghumaisha’ binti Milhan, Ummu Anas bin Malik.” (HR. Muslim No. 2456 kitab Fadhaa-ilush Shahaabah,
Ahmad No. 13102)
Beliau adalah seorang
wanita yang memiliki sifat keibuan, cantik, tabah, bijaksana, lurus
pemikirannya dan memiliki kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berahlaq
mulia. Karena sifat sifat yang ada pada diri beliau, sehingga mendorong putra
pamannya ( Malik Bin Nadhar ) untuk segera menikahinya, dari pernikahannya maka
lahirlah Annas Bin Malik.
Al Gumaisha binti Ummu
Sulaim adalah orang pertama yang masuk islam dari golongan anshar. Akibat
keputusannya tersebut beliau harus menghadapi kemarahan dari suaminya ( Malik
Bin Nadhar ). Kemarahan suaminya dipicu karena istrinya ( Ummu Sulaim ) telah
memeluk islam. Dengan berjalannya waktu Ummu Sulaim hidup menjanda sejak
suaminya meninggal.
Kabar berita inipun
didengar oleh Zaid Bin Sahal An Najjary alias Abu Thalhah. Maka dikarenakan kepribadian
dari Ummu Sulaim membuat Abu Thalhah jatuh hati. Sehingga berkeinginan untuk
melamar Ummu Sulaim untuk menjadi seorang istri sebelum laki laki lain
mendahuluinya. Karena Abu Thalhah tahu banyak laki laki lain yang juga menyukai
Ummu Sulaim. Abu Thalhah sangat percaya diri, ia merasa dirinyalah laki laki
sempurna, menduduki status sosial tertinggi, dan kaya raya, selain itu terkenal
sebagai penunggang kuda yang cekatan, pemanah yang jitu
Saat akan meminang Ummu
Sulaim, Abu Thalhah belum mengimani Islam. Tetapi hal ini tidak membuatnya ragu
karena ia berfikir disaat Ummu Sulaim telah beriman kepada Allah dan Rasulullah
dengan menganut agama islam, tetapi bukankah suaminya yang meninggal menganut
agama nenek moyangnya, bahkan suaminya menentang Muhammad dan dakwahnya.
Setiba dirumah Ummu Salaim
maka Abu Thalhah mengutarakan isi hatinya untuk meminang Ummu Salaim dengan
mahar bergelimang harta kemewahan yang dimiliki Abu Thalhah. Ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah. “Demi Allah, orang
seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir
sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah
denganmu. Jika kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan aku tidak
meminta yang selain dari itu.” (Lihat an-Nasa’i
VI/144).
Ungkapan tersebut sangat
menyentuh Abu Thalhah, karena Ummu Sulaim bukanlah sosok wanita yang suka
bermain main dengan rayuan kemewahan. Sungguh ia adalah perempuan yang cerdas.
Timbullah pertanyaan didalah hati Abu Thalhah “apakah ia akan mendapatkan yang
lebih baik dari Ummu Salaim untuk diperistri dan ibu dari anak anaknya kelak “
. Dan tanpa terasa lisan Abu Thalhah mengucapkan syahadat “Aku
berada di atas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak
kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Ummu Sulaim lalu menoleh kepada
putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang
diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, “Wahai
Anas nikahkanlah aku dengan Abu Thalhah.” Kemudian beliau pun dinikahkan Islam
sebagai mahar.
Oleh karena itu, Tsabit meiwayatkan
hadis dari Anas:
“Aku
belum penah mendengarr seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim karena
maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).
Ummu
Sulaim hidup bersama Abu Thalhah dengan kehidupan suami istri yang diisi dengan
nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan
yang tenang dan penuh kebahagiaan.
Setelah kita mengetahui kisah pernikahan dari Abu Thalhah dan Ummu
Salaim, kita juga bisa
belajar kesabaran Ummu Salaim. Pembelajaran kesabaran
Ummu Salaim berawal dari sakitnya anak mereka.
Dari pernikahan antara Abu Thalhah dan Ummu Salaim lahirlah anak laki
laki yang diberi nama Abu Umair. Dengan hadirnya seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan
anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan
dengan tingkah lakunya. Allah berkehendak untuk menguji keduanya dengan seorang
anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit, dan sebagaimana kebiasaan yang dimiliki Abu Thalhah setelah pulang
dari pasar, ia selalu bertanya, “Bagaimana anakku?’ dan beliau belum merasa tenang
sebelum melihat anaknya.
Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke
masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar
ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu
membaringkannya di tempat tidur sambil senantiasa mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Beliau berpesan kepada anggota keluarganya, “Janganlah
kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri yang menceritakan
kepadanya.” Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air
mata kasih sayangnya, kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab
seperti biasanya, “Apa yang dilakukan oleh anakku?” Beliau menjawab, “Dia
dalam keadaan tenang.”
Abu Thalhah mengira bahwa anaknya
sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan
dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena kahawatir mengganggu
ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati beliau dan mempersiapkan makan
malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek
dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau
mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian,
kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.
Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka beliau memuji Allah karena beliau tidak membuat risau suaminya dan beliau biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.
Tatkala di akhir malam beliau berkata
kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana
pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga
kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi
keluarga tersebut menolaknya?” Abu
Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.” Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi, “Bagaimana
pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil
setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti
mereka tidak adil.” Ummu
Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan
dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimu dengan
meninggalnya anakmu.”
Abu Thalhah tidak kuasa menahan
amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu
kabari tentang anakku?”
Beliau mengulangi kata-kata tersebut
hingga beliau mengucapkan kalimat istirja’ (inna
lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah
sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.
Keesokan harinya beliau pergi
menghadap Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan mengabarkan kepadanya
tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian
berdua.”
Mulai hari itulah Ummu Sulaim
mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim
melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam, selanjutnya Anas berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut ( yakni menggosokkan kurma
yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi ). Anas berkata, “Berikanlah
nama bayi ya Rasulullah!” beliau
bersabda, “NamanyaAbdullah.”
Salah seorang rijal sanad berkata,
“Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal Al-Qur’an.”
Di antara kejadian yang mengesankan
pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah
menurunkan ayat tentang mereka berdua yang manusia dapat beribadah dengan
membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada
Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata,‘Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menanyakan kepada salah satu istrinya
tentang makanan yang ada di rumahnya, namun beliau menjawab, ‘Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki
apa-apa kecuali hanya air“, kemudian beliau bertanya kepada istri
yang lain, namun jawabannya sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah
merahmatinya’. Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu
Thalhah seraya berkata,‘Saya,
ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya
kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim), “Apakah
kamu memiliki makanan?” Istrinya
menjawab,‘Tidak punya
melainkan makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, ‘ Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah
mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya
ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan, maka berdirilah dan
matikanlah lampu’. Hal
itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan
tersebut, sementara kedua suami-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak
makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Sungguh
Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah’.”
Dalam riwayat lain Rasulullah
bersabda, “Sungguh Allah takjub terhadap apa yang
kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.”
Di
akhir hadits disebutkan, maka turunlah ayat:
“Dan
mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun
mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).”(Al-Hasyr: 9).
Abu
Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan
kabar gembira itu kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena
Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam Alquran yang senantiasa dibaca.
Selain
berdakwah di lingkungannya, Ummu Sulaim juga turut andil dalam berjihad bersama
pasukan kaum muslimin.
Anas
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam berperang bersama Ummu Sulaim
dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut
memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka.”
Begitulah,
Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim,
bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli
jannah.
Promo Spesial Dari Zeusbola
BalasHapusBerupa Hadiah Iphone 13!
Segera Daftarkan Dan Dapatkan Hadiah Iphone!
Buruan! Deposit Murah!
INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
WHATSAPP :+62 822-7710-4607