Pengikut

Senin, 11 Januari 2016

BIOGRAFI AL GHUMAISHA BINTI UMMU SULAIM




Rasulullah Shalallahu ‘alaihi was sallam bersabda tentangnya :
Aku memasuki Surga lalu aku mendengar suara, maka aku bertanya, “Siapakah ini?” Mereka berkata, “Ini adalah al-Ghumaisha’ binti Milhan, Ummu Anas bin Malik.” (HR. Muslim No. 2456 kitab Fadhaa-ilush Shahaabah, Ahmad No. 13102)

Beliau adalah seorang wanita yang memiliki sifat keibuan, cantik, tabah, bijaksana, lurus pemikirannya dan memiliki kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berahlaq mulia. Karena sifat sifat yang ada pada diri beliau, sehingga mendorong putra pamannya ( Malik Bin Nadhar ) untuk segera menikahinya, dari pernikahannya maka lahirlah Annas Bin Malik.

Al Gumaisha binti Ummu Sulaim adalah orang pertama yang masuk islam dari golongan anshar. Akibat keputusannya tersebut beliau harus menghadapi kemarahan dari suaminya        ( Malik Bin Nadhar ). Kemarahan suaminya dipicu karena istrinya ( Ummu Sulaim ) telah memeluk islam. Dengan berjalannya waktu Ummu Sulaim hidup menjanda sejak suaminya meninggal.

Kabar berita inipun didengar oleh Zaid Bin Sahal An Najjary alias Abu Thalhah.                   Maka dikarenakan kepribadian dari Ummu Sulaim membuat Abu Thalhah jatuh hati. Sehingga berkeinginan untuk melamar Ummu Sulaim untuk menjadi seorang istri sebelum laki laki lain mendahuluinya. Karena Abu Thalhah tahu banyak laki laki lain yang juga menyukai Ummu Sulaim. Abu Thalhah sangat percaya diri, ia merasa dirinyalah laki laki sempurna, menduduki status sosial tertinggi, dan kaya raya, selain itu terkenal sebagai penunggang kuda yang cekatan, pemanah yang jitu

Saat akan meminang Ummu Sulaim, Abu Thalhah belum mengimani Islam. Tetapi hal ini tidak membuatnya ragu karena ia berfikir disaat Ummu Sulaim telah beriman kepada Allah dan Rasulullah dengan menganut agama islam, tetapi bukankah suaminya yang meninggal menganut agama nenek moyangnya, bahkan suaminya menentang Muhammad dan dakwahnya.

Setiba dirumah Ummu Salaim maka Abu Thalhah mengutarakan isi hatinya untuk meminang Ummu Salaim dengan mahar bergelimang harta kemewahan yang dimiliki Abu Thalhah.  Ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Thalhah. “Demi Allah, orang seperti anda tidak pantas untuk ditolak, hanya saja engkau adalah orang kafir sedangkan aku adalah seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kamu mau masuk Islam, maka itulah mahar bagiku dan aku tidak meminta yang selain dari itu.” (Lihat an-Nasa’i VI/144).


Ungkapan tersebut sangat menyentuh Abu Thalhah, karena Ummu Sulaim bukanlah sosok wanita yang suka bermain main dengan rayuan kemewahan. Sungguh ia adalah perempuan yang cerdas. Timbullah pertanyaan didalah hati Abu Thalhah “apakah ia akan mendapatkan yang lebih baik dari Ummu Salaim untuk diperistri dan ibu dari anak anaknya kelak “ . Dan tanpa terasa lisan Abu Thalhah mengucapkan syahadat  “Aku berada di atas apa yang kamu yakini, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang hak kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Ummu Sulaim lalu menoleh kepada putranya Anas dan beliau berkata dengan suka cita karena hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya, “Wahai Anas nikahkanlah aku dengan Abu Thalhah.” Kemudian beliau pun dinikahkan Islam sebagai mahar.

Oleh karena itu, Tsabit meiwayatkan hadis dari Anas:
Aku belum penah mendengarr seorang wanita yang paling mulia dari Ummu Sulaim karena maharnya adalah Islam.” (Sunan Nasa’i VI/114).
Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thalhah dengan kehidupan suami istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang tenang dan penuh kebahagiaan.
Setelah kita mengetahui kisah pernikahan dari Abu Thalhah dan Ummu Salaim, kita juga bisa belajar kesabaran Ummu Salaim.  Pembelajaran kesabaran Ummu Salaim berawal dari sakitnya anak mereka.  Dari pernikahan antara Abu Thalhah dan Ummu Salaim lahirlah anak laki laki yang diberi nama Abu Umair. Dengan hadirnya seorang anak laki-laki sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan dengan tingkah lakunya. Allah berkehendak untuk menguji keduanya dengan seorang anak yang cakap dan dicintai. Suatu ketika Abu umair sakit, dan sebagaimana kebiasaan yang dimiliki Abu Thalhah setelah pulang dari pasar, ia selalu bertanya, “Bagaimana anakku?’ dan beliau belum merasa tenang sebelum melihat anaknya.
Suatu ketika Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka Ibu mukminah yang sabar ini menghadapi musibah tersebut dengan jiwa yang ridha dan baik. Sang ibu membaringkannya di tempat tidur sambil senantiasa mengulangi, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.” Beliau berpesan kepada anggota keluarganya, “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalhah hingga aku sendiri yang menceritakan kepadanya.” Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan semangat menyambut suaminya dan menjawab seperti biasanya, “Apa yang dilakukan oleh anakku?” Beliau menjawab, “Dia dalam keadaan tenang.”

Abu Thalhah mengira bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat karena kahawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati beliau dan mempersiapkan makan malam baginya, lalu beliau makan dan minum, sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan yang lebih cantik daripada hari-hari sebelumnya, beliau mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan memakai wangi-wangian, kemudian keduanya pun berbuat sebagaimana layaknya suami istri.

Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan telah mencampurinya serta merasa tenang terhadap keadaan anaknya, maka beliau memuji Allah karena beliau tidak membuat risau suaminya dan beliau biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.

Tatkala di akhir malam beliau berkata kepada suaminya, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu seandainya ada suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu ketika mereka mengambil titipan tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut menolaknya?” Abu Thalhah menjawab, “Tentu saja tidak boleh.” Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu jika keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil setelah dia sudah dapat memanfaatkannya?” Abu Thalhah berkata, “Berarti mereka tidak adil.” Ummu Sulaim berkata, “Sesungguhnya anakmu adalah titipan dari Allah dan Allah telah mengambil, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu.”

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka beliau berkata dengan marah, “Kau biarkan aku dalam keadaan seperti ini baru kamu kabari tentang anakku?”
Beliau mengulangi kata-kata tersebut hingga beliau mengucapkan kalimat istirja’ (inna lillahi wa inna ilaihi raji’un) lalu bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.

Keesokan harinya beliau pergi menghadap Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan mengabarkan kepadanya tentang apa yang telah terjadi, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua.”

Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang akhirnya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, beliau utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, selanjutnya Anas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ummu Sulaim telah melahirkan tadi malam.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut ( yakni menggosokkan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit mulut si bayi ). Anas berkata, “Berikanlah nama bayi ya Rasulullah!” beliau bersabda, “NamanyaAbdullah.”

Salah seorang rijal sanad berkata, “Aku melihat dia memiliki tujuh orang anak yang kesemuanya hafal Al-Qur’an.”

Di antara kejadian yang mengesankan pada diri wanita yang utama dan juga suaminya yang mukmin adalah bahwa Allah menurunkan ayat tentang mereka berdua yang manusia dapat beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata, “Telah datang seorang laki-laki kepada Rasullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan berkata,‘Sesungguhnya aku dalam keadaan lapar’. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menanyakan kepada salah satu istrinya tentang makanan yang ada di rumahnya, namun beliau menjawab, ‘Demi yang mengutusmu dengan haq, aku tidak memiliki apa-apa kecuali hanya air“, kemudian beliau bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya sama. Seluruhnya menjawab dengan jawaban yang sama. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya’. Maka berdirilah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata,‘Saya, ya Rasulullah’. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sahabat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim), “Apakah kamu memiliki makanan?” Istrinya menjawab,‘Tidak punya melainkan makanan untuk anak-anak’. Abu Thalhah berkata, ‘ Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk, maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila makanan sudah berada di tangan, maka berdirilah dan matikanlah lampu’. Hal itu dilakukan oleh Ummu Sulaim. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut, sementara kedua suami-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, ‘Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah’.”

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda, Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian.”
Di akhir hadits disebutkan, maka turunlah ayat:
Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).”(Al-Hasyr: 9).
Abu Thalhah tak kuasa menahan rasa gembiranya, maka beliau bersegera memberikan kabar gembira itu kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya karena Allah menurunkan ayat tentang mereka dalam Alquran yang senantiasa dibaca.
Selain berdakwah di lingkungannya, Ummu Sulaim juga turut andil dalam berjihad bersama pasukan kaum muslimin.
Anas berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam berperang bersama Ummu Sulaim dan para wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para wanita tersebut memberikan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka.”
Begitulah, Ummu Sulaim memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, beliau tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim, bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa beliau termasuk ahli jannah.



1 komentar:

  1. Promo Spesial Dari Zeusbola
    Berupa Hadiah Iphone 13!
    Segera Daftarkan Dan Dapatkan Hadiah Iphone!
    Buruan! Deposit Murah!


    INFO SELANJUTNYA SEGERA HUBUNGI KAMI DI :
    WHATSAPP :+62 822-7710-4607


    BalasHapus