Pengikut

Jumat, 18 Desember 2015

HALAL ALKOHOL

Sampai saat ini masih banyak yang menanyakan hal yang terkait dengan kehalalan alkohol dan bingung menetapkannya. Hal ini dapat terjadi akibat adanya suatu kekeliruan dalam mendefinisikan secara tepat apa yang dimaksud dengan alkohol dan khamar, serta kekeliruan dalam mengambil suatu analogi antara fakta dan hukumnya. 

Tidak semua alkohol itu merupakan khamar, tapi semua khamar pasti mengandung alkohol. Alkohol tidak sama dengan khamar

BEDA ALKOHOL DENGAN KHAMAR 

Definisi Alkohol adalah 
Senyawa kimia organik apapun yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Rumus umum senyawa alkohol tersebut adalah R-OH atau Ar-OH di mana R adalah gugus alkil dan Ar adalah gugus aril. Senyawa alkohol jika kita konsumsi bukanlah efek Al iskar (memabukkan) yang dihasilkan melainkan efek al mautu (kematian) 

Pertama tama yang perlu dipahami bahwa toksinitas ( sifat racun ) suatu senyawa kimia tergantung dari jumlah kadarnya. Sekarang kita lihat senyawa kimia secara keseluruhan, apakah layak dikenai hukum halal dan haram, padahal kebanyakan dari senyawa kimia ini tidak dikonsumsi, sebagai contoh etanol pada kenyataannya etanol adalah senyawa murni yang tidak pernah ada yang meminumnya karena akan dapat mengakibatkan kematian.            Hal ini juga berlaku dengan senyawa kimia lainnya yang mengandung gugus OH. Senyawa kimia murni tidak dikenai hukum halal dan haram karena bukan sesuatu yang bisa untuk dikonsumsi. Jadi tidak bisa etanol dan senyawa kimia lainnya yang mengandung gugus OH dianggap khamar dan haram hukumnya, karena akan berdampak luas dan menimbulkan kontradiksi dengan hukum kehalalan pangan lainnya. Menunjukkan etanol sebagai sesuatu yang haram itu keliru. 
Maka jika etanol diharamkan maka etanol tidak boleh dipergunakan sebagai bahan desinfektasi alat alat kedokteran, tidak boleh dipergunakan untuk parfum, tidak boleh digunakan untuk alat sanitasi pengolahan pangan, sebagai pelarut, dan bahkan harus enyah dari laboratorium. Ini adalah anggapan yang salah. 

Alkohol tersebut tergolong Alkohol teknis (senyawa organik murni) yang sebagai senyawa murni yang dihasilkan bukan dari fermentasi khamar ( bukanlah khamar ). Oleh karena itu ia suci dan tidak bernajis. Penggunaan alkohol untuk keperluan sanitasi diperbolehkan asalkan menggunakan alkohol yang bukan berasal dari fermentasi khamar. Jika tidak dilakukan sanitasi maka akan terjadi kontaminasi bakteri. Maka penggunaan Alkohol sebatas untuk sanitasi alat diperbolehkan


Definisi Khamar adalah 
sesuatu apapun yang dimakan/diminum (dikonsumsi) akan memberikan efek memabukkan. Definisi khamar tidak terletak pada susunan kimianya tapi definisinya terletak pada efek yang dihasilkan yaitu Al Iskar (efek memabukkan). Maka Sebagai contoh lain yang memberikan efek iskar (memabukkan) seperti : 
  • Ganja, opium, drug dan sejenisnya tetap bisa dimasukkan sebagai khamar (padahal benda itu tidak mengandung alkohol)
  • Daun ganja yang dilinting seperti rokok tidak mengandung alkohol tetapi dia tetap dikatakan sebagai khamar, karena daunnya memabukkan jika dihisap asapnya.

Khamar itu mau diminum sedikit atau banyak ( tetap haram ) 


Jika diperhatikan ayat dalam al quran dan hadist yang berkenaan dengan khamar maka sebetulnya khamar adalah sesuatu yang memabukkan. Hukum halal haram salah satunya berlaku untuk sesuatu yang dikonsumsi. 

Al-Quran Surat Al-Maaidah ayat 90 : 

” Hai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan-perbuatan keji yang termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219 :

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.”


Khamar itu haram dan najis menurut pendapat Imam Syafi'i , berdasarkan pada nash ayat: yang menyebutnya “Rijsun”, artinya najis secara materi. 

Khamar itu haram namun tidak najis menurut pendapat Imam Abu Hanifah. Alasannya dari nash ayat itu juga: “Rijsun min ‘amalish-syaithon”. Maknanya najis dengan pengertian sebagai perbuatan setan. Jadi artinya perbuatan yang keji. Pendapatnya ini dilandaskan pula pada riwayat yang menyebutkan ketika turun ayat Al-Quran yang mengharamkan khamar secara mutlak (maksud Q.S. 5: 90-91), Nabi saw memerintahkan para shahabat yang memiliki khamar agar membuang khamar yang dimilikinya, tapi tidak memerintahkan mencuci wadah atau bejana tempat khamar itu semula disimpan.
Imam Abu Hanifah juga berpendapat khamar itu pasti mengandung alkohol dan haram; namun alkohol belum tentu khamar. Sebagai contoh, buah durian yang telah masak, itu mengandung alkohol, sehingga ada orang yang tidak kuat lalu menjadi mabuk karena memakannya. Demikian pula buah-buahan yang matang dan dibuat jus, itu mengandung alkohol. Namun para ulama tidak ada yang mengharamkan durian atau jus buah.  Imam Abu Hanifah menyebut makanan/minuman yang mengandung alkohol ini sebagai Nabidz, bukan khamar. Berkenaan dengan Nabidz ini, Imam Abu Hanifah berpendapat pula, kalau Nabidz itu dapat menyebabkan mabuk, maka ia haram. Tetapi kalau tidak menyebabkan mabuk, maka ia halal. 


PEMBAGIAN ALKOHOL 

Banyak beredar di masyarakat bahwa alkohol statusnya adalah haram. Alkohol itu ada yang diharamkan, dan ada pula yang tidak haram. Kemudian LPPOM MUI melakukan kajian serta penelitian yang intensif. Sehingga alkohol itu dapat dikelompokkan, menjadi 

  • Alkohol yang terdapat di dalam berbagai jenis buah-buahan dan makanan berkarbohidrat, seperti durian, atau bahkan juga nasi
  • Alkohol yang terkandung dalam minuman khamar (minuman yang memabukkan) yang dilarang tegas dalam nash
  • Alkohol desinfektan (etil alkohol / isopropil alkohol) yang dalam proses industri dan dipergunakan untuk mencuci alat-alat hingga steril dan higinis, alkohol ini tidak dikategorikan sebagai alkohol yang najis

Secara lebih rinci, dalam Fatwa MUI No.: 11, Th. 2009, yang ditetapkan pada 29 Dzulqa’idah 1430 H / 18 Nopember 2009 M, tentang Alkohol disebutkan: 
  • Alkohol adalah istilah yang umum untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus fungsional yang disebut gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Rumus umum senyawa alkohol tersebut adalah R-OH atau Ar-OH di mana R adalah gugus alkil dan Ar adalah gugus aril.
  • Minuman beralkohol yang juga disebut khamar adalah:                                                                 (a) minuman yang mengandung etanol dan senyawa lain di antaranya metanol, asetaldehida, dan etilasetat yang dibuat secara fermentasi dengan rekayasa dari berbagai jenis bahan baku nabati yang mengandung karbohidrat                                             (b) minuman yang mengandung etanol dan/atau metanol yang ditambahkan dengan sengaja
  • Alkohol dari (industri) khamar adalah najis. Sedangkan alkohol yang tidak berasal dari khamar adalah tidak najis. Maka minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal dari khamar, dan minuman beralkohol adalah tidak najis jika alkohol/ethanolnya berasal dari bukan khamar.
  • Alkohol/etanol hasil industri khamar untuk produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram. 
  • Alkohol/etanol hasil industri non-khamar (baik merupakan hasil sintesis kimiawi [dari petrokimia (proses pembakaran fosil) ] ataupun hasil industri fermentasi non-khamar) untuk proses produksi produk makanan, minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya: mubah, apabila secara medis tidak membahayakan. 




ALKOHOL DARI HASIL FERMENTASI BUAH 

Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi spontan sari buah yang didiamkan pada suhu kamar dengan kondisi terbuka. Dalam proses fermentasi tersebut akan tumbuh khamir                   ( yeast ) yang merubah gula menjadi etanol dan senyawa lainnya. 

Kadar alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi spontan pada sari buah dengan pemeraman hari kedua belum sampai taraf memabukkan, dan setelah memasuki hari ke tiga biasanya telah bersifat memabukkan dan tidak layak untuk diminum karena mengalami kerusakan. Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi sehingga memabukkan itu ada waktunya. Sehingga jika dikaitkan dengan kandungan alkohol dalam hasil fermentasi tersebut maka ada batas tertentu untuk kadar alkohol dalam yang diperbolehkan dan ada batasan dimana diatas batasan tersebut tidak diperbolehkan. 

Proses fermentasi adalah proses yang sudah dikenal sejak jaman Rasulullah, sebagaimana hadist Rasulullah ( Kitab Fiqih - Sayid Sabiq ) :
  1. Minumlah sari buah selagi ia belum mengeras ( menghasilkan kadar alkohol yang tinggi sehingga memabukkan ) Berapa lama sari buah akan mengeras, maka Rasulullah menjawab sari buah akan mengeras dalam waktu tiga hari. 
  2. Rasulullah meminum sari buah hari itu, besok dan lusanya hingga sore ( 3 hari ) setelahnya Rasulullah menyuruh khadam menumpahkan dan memusnahkannya. 
  3. Rasulullah melarang sahabat untuk mengkonsumsi sari buah yang umurnya lebih dari tiga hari atau ketika sari buah tersebut telah berbuih.
Berdasarkan penelitian para pakar ternyata perasan sari buah yang telah berumur lebih dari 3 hari tersebut maka kandungan alkoholnya sudah lebih dari 1 %.  Berdasarkan fakta inilah komisi Fatwa LPPOM MUI menetapkan batas maksimal Alkohol ( sebagai senyawa tunggal etanol ) yang digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan dan kosmetik yaitu 1 % tidak boleh lebih.


Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan menggunakan khamir                                  ( ragi sacharomyces cereviciae ) pada bahan yang mengandung pati atau yang mengandung gula tinggi, contohnya proses pembuatan tape. Pada proses pembuatan tape akan menghasilkan alkohol, tetapi bukan khamar. Pada kenyataannya juga, tidak ada orang yang mabuk atau sengaja mau mabuk dengan memakan tape.



ALKOHOL HASIL FERMENTASI UNTUK MINUMAN KERAS DIHARAMKAN


Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi dari anggur/buah buahan lainnya hingga nantinya menghasilkan minuman yang memabukkan (minuman khamar seperti : tuak, minuman tradisional, shake, arak). Hal ini secara eksplisit hal ini diharamkan karena dalam proses pembuatannya dimaksudkan untuk menghasilkan minuman yang memabukkan                     (minuman khamar). Menurut dunia kedokteran sesuatu yang memberikan efek memabukkan itu akan merusak organ tubuh. 

Menurut kaidah fiqiyyah, khamar itu banyak atau sedikit sama sama hukumnya haram, tidak ada keraguan atau tidak pula ada tawar menawar. Minuman beralkohol adalah minuman keras hasil fermentasi yang menghasilkan minuman memabukkan dan haram untuk dikonsumsi
Minuman keras bersifat narkosis ( memabukkan ), contohnya didalam red wine terdapat kandungan metanol, propanol, isobutilalkohol dan asetaldehida ( ini adalah senyawa yang memabukkan). Jadi sifat memabukkan suatu minuman keras bukan semata mata dari etanol saja akan tetapi merupakan pengaruh dari senyawa kimia lainnya. Banyak komponen di dalam minuman keras tersebut bersifat membahayakan bagi kesehatan/ lebih toksik. 

LPPOM MUI mengadakan muzakarah Nasional tentang alkohol dalam minuman keras dengan mempertemukan para ulama dan ilmuan untuk membahas kehalalan alkohol. Dan saat itu disepakati yang diharamkan adalah minuman beralkohol atau minuman keras bukan hanya kandungan alkoholnya yang membahayakan kesehatan, tetapi kadar etanol (alkohol) yang menimbulkan efek memabukkan. Dalam komisi Fatwa LPPOM MUI akhirnya menetapkan minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 %. Dan menurut peraturan Menteri Kesehatan No.86 Tahun 1997 Minuman Beralkohol dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan : 
  • Golongan A dengan kadar alcohol 1-5 % misalnya bir.
  • Golongan B dengan kadar alcohol 5-20 % misalnya anggur
  • Golongan C dengan kadar alcohol 20-55 % misalnya whisky dan brandy
Adanya batasan kadar alkohol yang tidak melebihi 1 % ini sangat memudahkan dalam penetapan status kehalalan produk pangan, obat obatan dan kosmetik jika akan dikonsumsi. Akan tetapi jika kandungan alkohol dalam produk kurang dari 1 % tidak otomatis dapat dikatakan halal. Karena harus ditinjau lagi bahan bahan lainnya yang dipergunakan dan proses pembuatannya. Sebagai contoh minuman shandy ( kandungan alkohol pada produk akhirnya kurang 1 % ) akan tetapi minuman tersebut dibuat dari bir ( bir termasuk kedalam kategori minuman keras golongan khamar). Minuman sandy dibuat dari bir yang jelas haram yang hanya saja diencerkan. Sebagaimana kaidah jika banyaknya pun haram maka sedikitnya pun haram. 

Sehingga yang diijinkan LPPOM MUI adalah :
  • Alkohol dari industri non khamar dimana kadar Alkohol pada produk akhir                     melebihi 1 % maka penggunaannya diperbolehkan untuk produk kosmetik dan obat obatan pemakaian luar
  • Raw material yang dalam proses produksinya menggunakan solvent alkohol dari industri non khamar, sehingga nantinya apabila raw material tersebut dipergunakan untuk proses produksi yang akan menghasilkan produk jadi memiliki kadar alkohol tidak melebihi 1 %
ALKOHOL DALAM CUKA 

Cuka telah lama dikenal di zaman Rasulullah sekalipun cuka telah dikenal, zat berbentuk cair ini telah digunakan sebagai teman makan, saat itu Rasulullah menggunakan cuka sebgai teman makan roti. Dan saat ini para juru masak menggunakan sebagai pelengkap masakan. Dalam proses pembuatan cuka terjadi perubahan alkohol menjadi cuka (vinegar) yang dimana terjadi perubahan keseluruhan molekul kimia, sifat kimia, bentuk fisik dan sifat fisiknya (perubahan secara substansi/syar'an). Tetapi saat ini proses pembuatan cuka dapat diproduksi dengan cara yakni : 

  • Cuka atau karib disebut vinegar berasal dari bahan kaya gula seperti anggur, apel, nira kelapa, dan malt. Kandungan gula (sukrosa dan glukosa) dalam buah buahan mengalami proses fermentasi alkohol dan fermentasi asetat secara berkesinambungan. Secara kimiawi, perubahan utama yang terjadi mula-mula gula diubah menjadi alkohol (etanol) lalu menjadi asetat secara terus menerus.
  • Cuka dapat juga dibuat dari bahan minuman beralkohol, baik cider maupun wine. Kedua jenis bahan ini diubah menjadi vinegar melalui proses fermentasi. Pada akhirnya proeses fermentasi tersebut mampu mengubah alkohol menjadi asam asetat. Hasilnya adalah cider vinegar atau wine vinegar.

Maka cuka yang berstatus halal adalah jika bahan bakunya adalah halal, meskipun dalam pembuatannya terjadi fermentasi yang menyisakan alkohol                                                     (kadar alkohol kurang dari 1%) 



  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar