Ibu Mulyorini Rahayuningsih
Webinar : Get Into Indonesia Cosmetic Market
Tanggal 2 Des 2021
Webinar : Get Into Indonesia Cosmetic Market
Tanggal 2 Des 2021
Materi sesi sebelumnya (klik disini)
Mengapa Cosmetik harus Bersertifikasi Halal ?
- Memenuhi Keinginan Pelanggan muslim, Populasi muslim mendorong pengembangan industri kecantikan. (catatan populasi muslim pada seluruh dunia/global : 1,7 Billion, APAC : 1.5 Billion, Europe : 58 Billion) kita ketahui bahwa dalam membeli suatu produk kepuasan customer dipengaruhi beberapa faktor yakni (1) layak konsumsi (2) Aman dikonsumsi (3) Halal dikonsumsi
- Memiliki Keunggulan Kompetitif, yakni nilai tambah yang dimiliki usaha Anda. Maksudnya, suatu kelebihan yang membuatnya lebih unggul daripada kompetitor (dengan kualitas yang sama jika produk anda memiliki sertifikat halal maka produk andalah yang lebih unggul dibandingkan produk kompetitor dan akan lebih diminati)
- Memenuhi Regulasi Pemerintah, (1) Regulasi Peraturan Pemerintah no.33/Tahun 2014 Jaminan Produk Halal (klik disini) (2) Regulasi Pemerintah No.39/2021- Penyelenggara Bidang Jaminan Produk Halal (klik disini)
- Beberapa Bahan Baku Cosmetic Produk (merupakan bahan Kristis dalam halal produk), bahan kritis adalah bahan yang akan mempengaruhi kehalalan suatu produk (bahan diluar daftar positif list)
Regulasi Halal Produk di Indonesia
(1) Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2014, Jaminan Produk Halal, Dimana Halal adalah sesuatu yang wajib untuk semua produk (barang dan jasa) yang dikaitkan dengan Makanan, Minuman, Obat2an (Farmasi), Kosmetika, Biologi, GMO (Genetically Modified Organism : Produk rekayasa genetika), serta barang gunaan yang digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat (klik disini)
(2) Peraturan Pemerintah No.39 Tahun 2021, Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal. Dimana Halal adalah suatu yang wajib untuk semua produk, kecuali produk yang haram dan harus diberi informasi bahwa produk yang tidak halal yakni pada poin Pasal 92-94 (klik disini)
- Pasal 92, Pelaku Usaha yang memproduksi Produk yang berasal dari Bahan yang diharamkan, wajib
mencantumkan keterangan tidak halal.
(2) Keterangan tidak halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa gambar, tanda, dan/ atau
tulisan yang dicantumkan pada:
a. kemasan Produk;
b. bagian tertentu dari Produk; dan/atau
c. tempat tertentu pada Produk.
- Pasal 93, Produk yang berasal dari Bahan yang diharamkan wajib mencantumkan keterangan tidak halal berupa gambar,
tulisan, dan/ atau nama Bahan dengan warna yang berbeda pada komposisi Bahan.
- Pasal 94, Pencantuman keterangan tidak halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dan Pasal 93 harus mudah dilihat
dan dibaca serta tidak mudah dihapus, dilepas, dan dirusak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan
Lembaga Pemeriksa Halal
(1) LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), merupakan Elemen penting dalam pelaksanaan layanan sertifikasi halal dan implementasi jaminan produk halal. LPH merupakan lembaga yang bertugas untuk melakukan kegiatan pemeriksaan dan atau pengujian terhadap kehalalan Produk termasuk penugasan terhadap auditor halal (contoh LPH : LPPOM MUI, Sucofindo, dll).
- Auditor Halal adalah seorang ilmuan atau seseorang yang paham/memiliki kemampuan untuk melakukan tugas pemeriksaan kehalalan suatu produk (dengan menemukan fakta dan menjadi saksi dari proses produksi yang komprehensif dan adanya penerapan implementasi SJH (Sistem Jaminan Halal) Perusahaan)
- Auditor halal yang dapat diangkat oleh sebuah LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) harus memenuhi sejumlah persyaratan yakni (1) harus warga negara Indonesia, beragama Islam, (2) berpendidikan paling rendah sarjana strata 1 (satu) di bidang kimia, farmasi, agro industri/teknik industri, pangan, biokimia, biologi, dokter hewan (3) memahami dan memiliki wawasan luas mengenai kehalalan produk menurut syariat Islam, (4) mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi dan/atau golongan; dan (5) memperoleh sertifikat dari MUI.
- Auditor Halal, adalah ujung tombak dalam sertifikasi halal, karena hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh seorang auditor halal akan dilaporkan pada Sidang Komisi Fatwa MUI (untuk dijadikan dasar dalam penentuan status kehalalan produk) dan kemudian dilanjutkan dengan dikeluarkannya sertifikat halal oleh BPJPH.
(2) Sidang Komisi Fatwa, terdiri dari para ulama dan cendikiawan muslim, yang duduk bersama memberikan pendapat hukum islam (pada kasus tertentu) untuk memutuskan kehalalan suatu produk berdasarkan hasil pemeriksaan/proses audit yang dilakukan auditor halal. Dalam keluaran hasil keputusan dari Sidang Komisi Fatwa dari para ulama dan cendikiawan itulah ditentukan status halal dan haramnya suatu produk, status halal suatu produk itulah yang menjadi dasar diterbitkannya sertifikasi halal. (Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa tertulis yang dikeluarkan MUI )
Logo halal produk diperoleh setelah menjalani proses sertifikasi halal dan mendapatkan status halal produk.
Fatwa MUI untuk Cosmetic Produk
(1) Fatwa MUI No. 26 tahun 2013 - Standar Kehalalal Produk Cosmetic dan Penggunaannya (klik disini)
- Produk Cosmetic pengunaannya diperbolehkan selama kosmetik tersebut tidak terbuat dari bahan haram/najis dan dari bahan yang aman
- Produk Cosmetic haram apabila materialnya mengandung GMO, menggunakan gen dari babi dan manusia adalah haram
- Produk Cosmetic yang berasal dari hewan halal/sapi (tetapi tidak jelas proses penyembelihannya) maka tergolong makruh dan sudah selayaknya ditinggalkan / dihindari untuk digunakan
- Produk Cosmetic yang berasal dari mikrobial, (dengan menggunakan media pertumbuhan mikroba yang tidak jelas asalnya, ataukah dari babi atau turunannya) harus dihindari karena haram
Produk Cosmetika adalah Produk yang berasal dari bahan atau campuran bahan yang
digunakan untuk membersihkan, menjaga, meningkatkan
penampilan, merubah penampilan, digunakan dengan cara
mengoles, menempel, memercik, atau menyemprot. Penggunaan kosmetika ada yang berfungsi sebagai obat dan
ada yang berfungsi sekedar pelengkap. Penggunaan kosmetika yang berfungsi sebagai obat memiliki ketentuan hukum sebagai obat, yang mengacu pada fatwa terkait penggunaan obat-obatan
(1) Spesific material untuk Produk Cosmetic (pemakaian dalam/untuk dikonsumsi/masuk ke
dalam tubuh)
- Bahan yang najis atau haram, maka hukumnya haram.
- Bahan yang dibuat dengan menggunakan mikroba hasil rekayasa genetika yang melibatkan gen babi atau gen manusia hukumnya haram. Produk kosmetika yang menggunakan bahan dari produk mikrobial yang tidak diketahui media pertumbuhan mikrobanya apakah dari babi, harus dihindari sampai ada kejelasan tentang kehalalan dan kesucian bahannya
- (bahan baku, bahan aktif, dan/atau bahan tambahan) dari turunan hewan halal (berupa lemak atau lainnya) yang tidak diketahui cara penyembelihannya hukumnya makruh tahrim, sehingga harus dihindari.
(2) Spesific material untuk Produk cosmetic (pemakaian luar)
Eksternal Cosmetic : Produk cosmetik yang dipergunakan untuk pemakaian luar atau aplikasi eksternal tidak dikonsumsi untuk dimakan/diminum/berpotensi untuk tertelan atau dimasukan kedalam tubuh. contoh : face cream, body lotion, swimmin block, dll
Bahan yang dapat dipergunakan untuk eksternal produk (cosmetic)
- Bahan Najis/Haram selain Babi, dibolehkan dengan syarat dilakukan pencucian setelah pemakaian
- Etanol/Alkohol, yang bukan berasal dari industri minuman keras/khamar meskipun kadar alkoholnya >1 %
- Placenta, yang berasal dari hewan halal
- Bulu, rambut, tanduk binatang termasuk yang tidak disembelih menurut syariat islam
- Sekresi/lendir Siput (Mucin),
- Kepompong ulat, partikel emas untuk laki-laki (dengan tujuan sesuai syariat, ada manfaat dan tidak berbahaya)
(2) Fatwa no. 21 Tahun 2020 - Botox Injection untuk Kecantikan dan Perawatan
- Botox injection/suntik botox dilakukan untuk kecantikan dan perawatan menghilangkan kerut dikulit wajah dan tubuh. mengencangkan otot wajah, memperbaiki kontur wajah agar simetris (alis dan dahi) untuk memperbaiki bekas luka, untuk memperbaiki wajah kemerahan dan kulit berminyak
- Botox Injection diperbolehkan asalkan : tidak bertentangan dengan syariat, bahan yang digunakan halal dan murni, aman, tidak berbahaya, dilakukan oleh orang yang berkompeten\
- Apabila Suntix botox menimbulkan bahaya, mengandung unsur penipuan, membuat kecanduan, merupakan sesuatu yang haram
(3) Fatwa no. 41 Tahun 2020 - Filler untuk Kecantikan dan Perawatan
“Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga binatang ternak, lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan kusuruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya).” Barang siapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh dia menderita kerugian yang nyata (An Nisa ayat 119)
- Filter yang digunakan untuk mengubah fisik ciptaan Allah seperti membuat hidung mancung, pipi tirus dan sebagainya, adalah perbuatan yang dilarang (haram)
- Filter yang digunakan untuk kecantikan dan perawatan seperti kerutan, mengencangkan otot, untuk memperbaiki dan menutupi bekas luka (seperti kondisi kulit setelah cacar) adalah diperbolehkan, asalkan : tidak bertentangan dengan syariat, bahan yang digunakan halal dan murni, aman, tidak berbahaya, dilakukan oleh orang yang berkompeten
(4) Fatwa no.40 Tahun 2020 - Tanam Benang (thread lift) untuk Kecantikan dan Perawatan
Tanam benang adalah prosedur kosmetik cepat di mana dokter akan memasukkan jarum tipis untuk menyisipkan benang jahit polypropylene bergerigi melalui lapisan lemak di bawah kulit. Benang kemudian ditarik ketat untuk mengangkat kulit dan jaringan yang kendur pada wajah dan leher. Tanam benang merupakan sebuah metode pengencangan kulit yang dapat memberikan efekt irus dan mengecilkan beberapa bagian wajah seperti kuping hidung dan menghilangkan double chin.
- Tanam benang, yang digunakan untuk mengubah fisik ciptaan Allah seperti membuat hidung mancung dilarang, dan tujuan lainnya yang bertentangan dengan syariat adalah sesuatu yang dilarang (haram)
- Tanam benang, yang digunakan untuk kecantikan dan perawatan seperti menghaluskan kerutan wajah, meremajakan kulit wajah adalah diperbolehkan, asalkan : tidak bertentangan dengan syariat, bahan yang digunakan halal dan murni, aman, tidak berbahaya, dilakukan oleh orang yang berkompeten
- Apabila Tanam Benang menimbulkan bahaya, mengandung unsur penipuan, membuat kecanduan, merupakan sesuatu yang haram
Critical Point untuk Cosmetic Produk
Terdapat 11 kriteria SJH yang dicakup dalam HAS23000. Seluruh kriteria tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal untuk produknya.
Petunjuk Umum Sistem Jaminan Halal (klik disini)
Rangkuman Materi - 11 Kreteria SJH (klik disini)
Titik kritis adalah suatu titik kritis/titik penentu yang terdapat dalam bahan, proses produksi, dan langkah yang menentukan kehalalan sebuah produk. Titik kritis Kehalalan suatu Produk adalah suatu fase dalam tahapan proses produksi yang mempengaruhi kehalalan produknya, bisa jadi dikarenakan adanya penggunaan bahan baku/bahan tambahan atau proses produksinya (sharing facility),
Critical Point (titik kritis) untuk Cosmetic Produk adalah
- Bahan yang berasal dari sintetis atau tanaman/tumbuhan (yang melibatkan bahan tambahan dan alat bantu pengolahan yang bersifat kritis), bahan yang berasal dari hewan, atau produk mikroba, atau bagian tubuh manusia
- Aplikator Cosmetic seperti Kuas (dilihat lagi bahan bulu kuasnya)
- Cosmetic Waterproof (claim), jika produk kosmetic mengclaim sebagai produk waterproof dan semacam kosmetik anti keringat, maka produk tersebut harus premeable terhadap air (tembus air), apabila tidak dapat tembus air. Maka perusahaan harus mencantumkan informasi "pengguna harus membersihkan makeup sebelum berwudhu"
- Sharing Facility (penggunaan Fasilitas Produksi bersama) dimana fasilitas produksi digunakan bersama untuk pengolahan bahan yang mengandung babi.
Material Cosmetic sebagai kritikal poin dan contohnya
- Produk Jadi hasill Proses Produksi diPabrik, dimana titik kritis berasal dari bahan yang ditambahan dan alat utama/bantu yang digunakan untuk proses produksi. Contohnya : Pabrik Ekstrak, Vegetable Oil, Asam lemak, Vitamin A-C-E, Etanol, Glycerine, Alpha hydroxy Acid, dll
- Produk Syntetis, jika bahan awal dan alat bantu pemrosesan sangat penting. Contohnya : Vitamin A-C-E, Allantoin, Asam Lemak, Alkohol (Etanol), Pewarna Cosmetic
- Produk dari Bagian tubuh manusia, adalah sesuatu (yang dilarang), Contoh : keratin, Albumin, Placenta
- Produk Mikrobial, (asal media yang dipergunakan, penambahan bahan additive, alat bantu yang dipergunakan) contohnya : Alpha hydroxy acid, Protein, Colouring, Botox, Alkohol, Vitamin A-C-E,, Fermentasi Air beras, Kefir
- Produk Hewan (Type hewan dan Tempat Pemotongannya), Contohnya : Collagen, Elastines, Placenta, Fatty Acid, Fat (tallow, lanolin ladr)m Vitamin A, Allantoin, Enzyme,Glycerine, Hormonal, Asan amino, Protein
Prosedur Pembuatan Sertifikasi Halal (klik disini)
Profil LPPOM MUI (Lembaga Pemeriksa Halal)
Sejarah LPPOM MUI (klik disini)
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI (LPPOM MUI) merupakan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) pertama yang ditetapkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) pada 2019. Penetapan ini dituangkan dalam Surat Keputusan Kepala BPJPH dengan nomor 177 Tahun 2019 tentang LPPOM MUI sebagai Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) pada 19 November 2019 (klik disini)
- LPPOM MUI memiliki kantor perwakilan di 33 Provinsi dan diluar negeri (China, Taiwan, Korea)
- LPPOM MUI memiliki Auditor (> 1000 person)
- LPPOM MUI terakreditasi KAN (DPLS 21,ISO 17065-2012; UAE.S 2044-2)
- LPPOM MUI memiliki Laboratorium terakreditasi KAN (ISO 17025)
- LPPOM MUI berkolaburasi Lembaga Training & Sertifkasi Profesi, dengan Indonesia Halal Training & Education (IHATEC) dan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) MUI
- LPPOM MUI pencetus/owner sistem CEROL SS 23000, sistem pelayanan untuk melakukan registrasi halal secara online. Cara pengoprasian sistem cerol (klik disini)
Prasyarat Sertifikasi Halal
(1) Memenuhi Kebijakan dan Prosedur Sertifikasi Halal,
Mengonsumsi produk halal merupakan kewajiban umat Islam. Oleh karena itu, umat Islam, khususnya di Indonesia, kini cenderung memilih produk-produk yang telah jelas kehalalannya, yaitu dengan memilih produk berlogo halal. Logo halal produk diperoleh setelah produsen menjalani proses sertifikasi halal. Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, maka produk tertentu yang dipasarkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu, LPPOM MUI mendukung kebijakan pemerintah Indonesia dengan menyediakan layanan pemeriksaan kehalalan produk yang dipasarkan di Indonesia selain menyediakan layanan sertifikasi halal produk yang dipasarkan diluar Indonesia. Prosedur masing-masing layanan dapat dilihat pada menu berikut:
(2) Memenuhi & Mengimplementasi 11 Kreteria SistemJaminan Halal
HAS 23000 merupakan persyaratan sertifikasi halal yang ditetapkan oleh LPPOM MUI guna sertifikasi halal suatu produk. Persyaratan tersebut berisi kriteria Sistem Jaminan Halal (SJH) dan persyaratan lain, seperti kebijakan dan prosedur sertifikasi halal. Terdapat 11 kriteria SJH yang dicakup dalam HAS 23000. Seluruh kriteria tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan yang ingin memperoleh sertifikat halal untuk produknya.
Berikut ini adalah 11 kriteria SJH (klik disini)
Tantangan Sertifikasi Halal Produk Cosmetic
(1) Suplier sebagai perusahaan yang memasok bahan dari Produsen Material ke Customer. Suplier harus memahami material requirements (prasyarat material) berdasarkan fatwa yang telah ditetapkan
- Banyak bahan kosmetik dengan beragam merk dagang, Merek Dagang adalah nama yang mengidentifikasikan produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Ketika merk dagang terdaftar artinya bisa menjual produk yang dapat dipertanggung jawabkan. Definisi merek berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (klik disini) Adapun registrasi merk dagang bisa dilihat (klik disini)
- Jenis bahan yang sama dengan kode yang berbeda, akan memiliki status halal yang berbeda (satu bahan beragam variant)
- Material yang kompleks (bahan dasar, sub base, premixes, inside premixe), maka titik kritis bahannya akan semakin komplek
(2) Produsen Produk, adalah orang atau pihak yang memproduksi barang maupun jasa untuk dijual atau dipasarkan ke konsumen. Produsen harus memiliki pemahaman tentang pengaturan dan penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) sesuai proses bisnis, yang merupakan sesuatu yang sangat penting.
- Beragam raw material (banyaknya raw material menyebabkan material menjadi komplex)
- Banyaknya Produk Jadi (Beragamnya SKU: Surat Keterangan Usaha) SKU berfungsi untuk memberikan kode unik untuk setiap jenis barang. fungsi dari SKU. Selain menjadi pembeda antaran produk lainnya, SKU juga dapat dicetak dalam bentuk barcode. SKU sendiri berfungsi untuk memudahkan identifikasi barang ATAU produk guna keperluan penyimpanan maupun distribusi. Penggunaan SKU pada pedagang retail maupun UMKM tergantung dari banyaknya jenis produk. Jika hanya menjual 1 jenis produk saja tanpa varian lain, tentunya SKU belum menjadi kebutuhan utama. ketika satu jenis barang itu sudah memiliki varian ukuran atau warna lebih dari satu maka SKU sudah dapat diterapkan meski jenisnya barang baru satu. Kesimpulannya adalah SKU akan terasa manfaatnya diterapkan pada produk yang memiliki lebih dari satu jenis, warna, atau ukuran. Syarat membuat SKU (klik disini)
- Banyaknya site produksi (miliki pribadi atau orang lain) mempengaruhi ODM (Original Design Manufacture) dan OEM (Original Equipment Manufacture).
Original Design Manufacturer (ODM) adalah Perusahaan yang merancang dan memproduksi sebuah produk yang kemudian diberi merek oleh perusahaan lain untuk dijual. Perusahaan seperti ini mengizinkan perusahaan yang memiliki merek tersebut untuk meproduksi barang tanpa harus menjalankan sebuah pabrik. Beberapa tahun belakangan ini ODM bertambah besar dan banyak yang mampu untuk menjalankan produksi untuk banyak klien. Atribut utama dari model bisnis ini adalah ODM dapat merancang produk yang diberi merek berdasarkan perusahaan pembeli. Hal ini berlawanan
Original Equipment Manufacturer (OEM), sebuah barang atau produk yang diproduksi dari perusahaan yang kemudian dibeli, diolah, dan dijual kembali oleh perusahaan yang menggunakan nama atau brand mereka sendiri. Umumnya, perangkat keras dan lunak OEM dikirim dan didistribusikan ke perusahaan manufaktur besar yang memproduksi produk asli brand mereka sendiri. Biasanya, hal ini dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Namun masalahnya, banyak yang salah kaprah dengan mengartikan OEM adalah produk palsu. Dengan begitu, membeli produk jenis ini sangat berisiko.
Prosedur Pelaksanaan Layanan Sertifikasi Halal (klik disini)
Regulasi terkait bahan-bahan untuk produk intermediet (pangan, obat dan kosmetik) yang dipasarkan di Indonesia mengacu pada :
- PerKa BPOM No.HK.03.1.23.07.11.6664/2011,
- PerKa BPOM No. 18/2015,
- PerKa BPOM No. 10/2016,
- PerKa BPOM No. 22/2016,
- PerKa BPOM No. 05/2017,
- PerKa BPOM No. 07/2018,
- Permenkes No.33/2012.
Aturan tentang tarif sertifikasi halal ini tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia SK 04/Dir/LP POM MUI/XI/07.
LPPOM MUI Menghadapi Tantangan
- Meningkatkan kompetensi auditor melalui beberapa pelatihan dan evaluasi khusus terkait kosmetik, yakni : (1) pengetahuan mengenai material cosmetik dan suporting persyaratan dokumen, (2) Type proses produksi, (3) Audit teknik, (4) Auditing ERP (Enterprise Resource Planning) Sistem
- Mengembangkan sistem audit untuk proses bisnis yang kompleks,
- Meninjau Develop Tools untuk Cosmetic Material, seperti : (1) Positif List Material, (2) dokumen surat keputusan yang mendukung Critical Material, (3) HAS 23201 (Prasyarat Bahan Pangan Halal), (4) Prasyarat Material Halal
Daftar Regerensi Bahan yang Memiliki Titik Kritis Halal dan Substitusi Bahan Non Halal (klik disini)
Kesimpulan
Menghadapi tantangan Sertifikasi Halal untuk Produk Cosmetic
- Seluruh stakeholder (pemangku kepentingan) yang terlibat, harus memiliki kompetensi untuk menjalankan perannya. (1) Stakeholder (Para Pelaku Usaha) wajib untuk menerapkan dan mempertahankan konsistensi implementasi sistem jaminan halal agar tetap berjalan dengan baik. (2) Stakeholder yang terkait dalam industri halal yakni Pemerintah (BPJPH), LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), MUI (Majelis Ulama Indonesia)
- Training adalah salah satu cara untuk meningkatkan/memperbaiki, kemampuan, skill (keterampilan) dan sikap. Pasal 24 UU no,33 Tahun 2014 Jaminan Produk Halal - Menyebutkan bahwa suatu perusahaan harus memiliki setidaknya satu orang penyelia halal. Sejalan dengan hal tersebut, BPJPH sebagai otoritas penyelenggara kegiatan sertifikasi halal mensyaratkan kepada perusahaan untuk memiliki penyelia halal yang kompeten dan tersertifikasi saat akan melakukan sertifikasi halal.
- LPPOM MUI siap mensupervisi perusahaan dalam proses sertifikasi halal sesuai tagline "Terdepan dalam Solusi Jaminan Halal "
Materi Sertifikasi Halal UMK itu Mudah (klik disini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar